Kamis, 18 Oktober 2012

Qard

1. Pengertian Qard
Menurut Syafi’i Antonio qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Menurut Bank Indonesia qard adalah akad pinjaman dari bank (Muqrid) kepada pihak tertentu (Muqtarid) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
Perjanjian qard adalah perjanjian pinjaman, dalam perjanjian qard, pemberi pinjaman (kreditur) memberikan pinjaman kepada pihak lain dengan ketentuan penerima pinjaman akan mengembalikan pnjaman tersebut pada waktu yang telah diperjanjikan dengan jumlah yang sama ketika pinjaman itu diberikan.
Jadi qardul hasan atau qard merupakan perjanjian untuk tujuan sosial, tidak mustahil bagi suatu bank syariah yang terpanggil untuk memberikan pinjaman-pinjaman kepada mereka yang tergolong lemah ekonominya untuk memberikan fasilitas qardul hasan.
Qard yang mengahsilkan manfaat diharamkan jika disyaratkan sebelumnya. Karena pada dasarnya adanya akad qard untuk memudahkan dan membantu kesulitan kehidupan manusia, oleh karena itu peminjam tidak boleh meminta lebih kepada orang yang meminjam ketika jatuh tempo. Sesuai dengan kaidah fiqih كل قرض جر نفعا فهو ربا, kaidah ini shahih secara syara’ meskipun tidak disebutkan dalam hadist. Namun apabila orang yang meminjam mengembalikan lebih dan hal itu tidak disyaratkan dalam akad maka hal itu dibolehkan.
Qard juga tidak boleh menjadi syarat akan lain, seperti jual beli. Misalnya seorang pedagan meminjamkan sepeda motor kepada temannya, asalkan temannya itu berbelanja di tempatnya. Maka akad qard seperti ini diharamkan. Persyaratan memberikan sejumlah kelebihan yang muncul akibat transaksi qard{ dipandang sebagai tindakan yang tidak menjunjung tinggi aspek kemanusiaan, inilah yang menjadi titik kritik dilarangnya mengambil keuntungan dibalik akad hutang menghutang. 
Namun sejalan dengan perkembangan dunia ekonomi dan perbankan, pinjaman sosial ini tidak mungkin dapat dilaksankan tanpa adanya biaya materai, notaris,biaya pegawai bank dan lain-lain, sehingga pengenaan biaya-biaya administrasi tersebut tak terhindari.
Secara yuridis hal ini diperkenankan karena apabila suatu kewajiban (urusan) tidak dapat dilakukan kecuali setelah pemenuhan suatu faktor tertentu, maka pemenuhan faktor tersebut wajib adanya. Biaya administrasi juga merupakan faktor penunjang kontrak atau untuk menjauhkan dari riba maka biaya administrasi:
a. Harus dinyatakan dalam bentuk nominal bukan prosentase
b. Sifatnya harus nyata, jelas dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak.
2. Dasar Hukum Qard
Transaksi qard diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadist riwayat Ibnu Majjah dan ijma ulama, dan Allah juga mengajarkan untuk meminjamkan sesuatu bagi agama Allah.
a. Al-Qur’an
Ayat-ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum beroperasionalnya kegiatan Qard meliputi Q.S. al-Hadid: 11
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ (الحديد :11)
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”.
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (البقرة : 245)
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah SWT, pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayarannya kepadanya dengan lipat ganda yang banyak”.
Q.S Al-Muzammil: 20
... وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا ... (المزمل : 20)
Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik”.
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَهُمْ مِنْ فَزَعٍ يَوْمَئِذٍ آَمِنُونَ (النمل : 89)
Barang siapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik dari padanya, sedangkan mereka itu, adalah orang-orang yang aman, tentram dari kejutan yang dahsyat di hari kiamat
b. Al-Hadist
Hadist Nabi yang dijadikan dasar hukum beroperasionalnya kegiatan qard meliputi:
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً ». قَالَ كَذَلِكَ أَنْبَأَنِى ابْنُ مَسْعُودٍ. 
Dari Ibnu Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “tidaklah seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim lainnya dua kali kecuali yang satunya adalah s}adaqah”.
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْكَرِيمِ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ يَزِيدَ بْنِ أَبِى مَالِكٍ وَحَدَّثَنَا أَبُو حَاتِمٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ يَزِيدَ بْنِ أَبِى مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِىَ بِى عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ مَكْتُوبًا الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ. فَقُلْتُ يَا جِبْرِيلُ مَا بَالُ الْقَرْضِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ. قَالَ لأَنَّ السَّائِلَ يَسْأَلُ وَعِنْدَهُ وَالْمُسْتَقْرِضُ لاَ يَسْتَقْرِضُ إِلاَّ مِنْ حَاجَةٍ ».
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah bersabda: “aku melihat pada waktu malam di-isra’kan, pada pintu surga tertulis: s}adaqah dibalas sepuluh kali lipat dan qard delapan belas kali. Aku bertanya ‘wahai Jibril, mengapa qard lebih utama dari s}adaqah?’ Ia menjawab, ‘karena peminta-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan”.
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ فَإِنَّ اللَّهَ فِى حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».
Dari nabi SAW bersabda bahwa orang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak mend}alimi dan tidak menjerumuskan muslim yang lain. Barang siapa dapat memenuhi kebutuhan saudaranya maka sesungguhnya Allah SWT akan memenuhi hajatnya. Dan barang siapa melonggarkan kesulita seorang muslim maka Allah SWT akan melonggarkan kesulitannya besok dihari kiamat. Dan barang siapa menutupi cela seorang muslim maka Allah SWT akan menutupi celanya besok dihari kiamat”.
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ عَلِىِّ بْنِ صَالِحٍ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ اسْتَقْرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سِنًّا فَأَعْطَاهُ سِنًّا خَيْرًا مِنْ سِنِّهِ وَقَالَ خِيَارُكُمْ أَحَاسِنُكُمْ قَضَاءً »
Diriwayatkan dari Abu Kuraib dari Waqi’ dan Ali bin S}alih dari Salamah bin Kuhail dari Abi Salamah dari Abi Hurairah bahwa “Rasulullah SAW meminjam (berhutang) kepada seseorang seekor unta yang sudah berumur tertentu. Kemudian beliau mengembalikan pinjaman tersebut dengan unta yang telah berumur yang lebih baikdari yang beliau pinjam. Dan beliau berkata sebaik-baik kamu adalah mereka yang mengembalikan pinjamannya dengan sesuatu yang lebih baik (dari yang dipinjam)”.
c. Ijma
Para ulama telah menyepakati bahwa qard boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yangmemiliki segala barang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini.

3. Rukun dan Syarat Qard
Rukun qard ada empat:
a. Muqrid: orang yang mempunyai barang-barang untuk dihutangkan.
b. Muqtarid: orang yang mempunya hutang
c. Muqtarad: obyek yang dihutangkan
d. Sighat akad: ijab dan qabul
Ketentuan syariah, yaitu:
a. Pelaku harus cakap hukum dan baligh
b. Obyek akad:
1) Jelas nilai pinjamannya dan waktu pelunasannya
2) Peminjam diwajibkan membayar pokok pinjaman pada waktu yang telah disepakati, tidak boleh diperjanjikan akan ada penambahan atas pokok pinjamannya. Namun peminjam dibolehkan memberikan sumbangan secara sukarela.
3) Apabila memang peminjam mengalami kesulitan keuangan maka waktu peminjaman dapat diperpanjang atau menghapuskan sebagian atau seluruh kewajibannya, namun jika peminjam lalai maka dapat dikenakan denda.
c. Ijab Kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rid}a atau rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang diakukan secara tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Adapun syarat-syarat yang terkait dengan akad Qard, yakni:
a. Syarat aqidain (Muqrid dan Muqtarid)
1) Ahliyatu al-Tabarru’; orang yang mampu mengelola hartanya sendiri secara mutlak dan bertanggung jawab.
2) Tanpa ada paksaan; yakni orang yang melaksanakan akad tidak dalam tekanan atau paksaan orang lain.
b. Syarat Muqtarad; adalah barang yang bermanfaat dan dapat dipergunakan, barang yang tidak berilai secara syar’i tidak bisa dijadikan alat transaksi.
c. Syarat sighat; ijab qabul menunjukkan kesepakatan kedua belah pihak.
4. Aplikasi Qard dalam Perbankan
Dalam praktiknya qard dapat diterapkan dalam beberapa kondisi, diantaranya:
a. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah tebukti loyalitas, yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu. Produk ini diterapkan karena terbatasnya dana sosial yang tersedia.
b. Sebagai fasilitas pembiayaan nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito. Pengembangan produk ini karena mengingat nasabah atau anggota yang dilayani tergolong sangat miskin, sehingga tidak mungkin menggunakan akad komersial.
c. Sebagai pengembangan produk, yaitu qard dikembangkan seiring dengan upaya pengembangan lembaga. Kondisi ini yang paling ideal, hal ini sekaligus dalam rangka menyeimbangkan antara sisi bisnis dan sosial lembaga. Dalam keadaan ini untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial.
5. Manfaat Qard
Manfaat qard banyak sekali, diantaranya:
a. Memungkinkah nasabah atau angota yang sedang dalam kesulitan mendapatkan talangan dana jangka pendek.
b. Qardul hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara bank syariah dan konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, disamping misi komersial, yaitu memadukan misi sosial dan bisnis.
c. Memberikan dampak sosial-kemasyarakatan yang akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat luas terhadap bank syariah.
6. Sumber Dana Qard
Sifat qard tidak memberikan keuntungan finansial secara langsung, maka  sumber pendanaan qard biasanya berasal dari dana sosial, meskipun bank dapat mengalokasikan sebagian dana komersialnya untuk membiayai qard, sumber dana qard dapat diambil menurut kategori berikut.
a. Dana qard ini diperuntukkan guna membiayai kebutuhan nasabah atau anggota yang sangat mendesak dan berjangka pendek, sementara dana zakat tidak tersedia, bank dapat menyisihkan sebagian modalnya untuk cadangan pinjaman qard, bank juga dapat menyisihkan dana produktifnya seperti tabungan dan deposito untuk membiayai qard. Atas dasar akad ini, bank tidak diperbolehkan menetapkan sejumlah imbalan dalam bentuk apapun. Namun peminjam sangat disarankan untuk memberikan imbalan tanpa perjanjian dan bank dapat mengakuinya sebagai tambahan pendapatan.
b. Qard yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial, dapat bersumber dari dana zakat, infak, dan s}adaqah, hibah. Disamping sumber dana umat, para praktisi perbankan syariah, demikian juga ulama, melihat adanya sumber dana lain yang dapat dialokasikan untuk qardul hasan, yaitu pendapatan-pendapatan yang diragukan, seperti jasa nostro di bank koresponden yang konvensional, bunga atas jaminan L/C di bank asing, dan sebagainya.

Daftar Pustaka
Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazawaini, Sunan Ibn Majah Juz 7, Mesir: Mauqu’ Wizaratul Auqaf, tt
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2001
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2005
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Dhohak at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi juz 5, Mesir: Mauqu’ Wizaratul Auqaf, tt
Muhammad Ridwan, manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Yogyakarta: UII Press, 2004
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz III, Bairut: Darl el-Fikr, 2006
Sri Nurhayati danWasilah, AkuntansiSyariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2008
Sulaiman bin al-Asy’at bin Syadad bin Umar al-Azdi Abu Daud al-Sijistany, Sunan Abi Daud Juz 14, Mesir: Mauqu’ Wizaratul Auqaf, tt
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2003
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1999
Yazid Afandi, Fiqih Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar