Jumat, 01 Juni 2012

Distribusi Dalam Ekonomi Islam


A. Pengertian Distribusi
Distribusi adalah suatu proses (sebagian hasil penjualan produk) kepada faktor-faktor produk yang ikut menentukan pendapatan . Dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan distribusi adalah penyaluran barang ketempat-tempat.
Menurut Collins distribusi adalah proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan, diantaranya melalui perantara. Definisi yang diungkapkan oleh Collins memiliki pemahaman yang sempit apabila dikaitkan dengan tujuan ekonomi islam. Hal ini disebabkan karena definisi tersebut cenderung mengarah pada perilaku ekonomi yang bersifat individual. Namun dari definisi diatas dapat ditarik suatu pemahaman, dimana dalam distribusi terdapat proses pendapatan dan pengeluaran dari sumber daya yang dimilki oleh negara.
 Sementara Anas Zarqa mengemukakan bahwa definisi distribusi itu sebagai suatu transfer dari pendapatan kekayaan antara individu dengan cara pertukaran (melalui pasar) atau dengan cara lain, seperti warisan, shadaqah, wakaf dan zakat
Jadi konsep distribusi menurut pandangan islam ialah peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar di antara golongan tertentu saja  serta dapat memberikan kontribusi kearah kehidupan manusia yang baik

B. Tujuan Distribusi   
Semua pribadi dalam masyarakat harus memperoleh jaminan atas kehidupan yang layak. Atas dasar dapat kita lihat beberapa tujuan ekonomi islam yaitu sebagai berikut:
1.    Islam menjamin kehidupan tiap pribadi rakyat serta menjamin masyarakat agar tetap sebagai sebuah komunitas yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.    Islam menjamin kemaslahatan pribadi dan melayani urusan jamaah, serta menjaga eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup sehingga mampu memikul tanggung jawab perekonomian negara.
3.    Mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir miskin, serta mengawasi pemanfaatan hak milik umum maupun negara.
4.    Memberikan bantuan sosial dan sumbangan berdasarkan jalan Allah agar tercapai maslahah bagi seluruh masyarakat.
C. Nilai Yang Ada Dalam Distribusi Ekonomi Islam
Dalam menjalankan disrtibusi ada beberapa nilai yang ada diantaranya:
1.    Akidah
Akidah mempunyai peran yang penting dalam kehidupan manusia. Ia mempunyai dampak yang kuat dalam cara berpikir seseorang. Akidah begitu kuat pengaruhnya sehingga dapat mengendalikan manusia agar mau mengikuti ajaran yang diembannya.
2.    Moral
Moral berasal dari kata moralis. Disini moralitas menunjuk kepada perilaku manusia itu sendiri.  Hukum yang berlaku pada moralitas berbeda dengan hukum formal. Pada hukum formal memberi sanksi jika melanggar. Akan tetapi hukum moral tidak tetapi menembus kedalam sehingga melihat hal yang bersifat niatnya saja. Misalnya dalam kasus orang yang bersedekah, hukum moral memandang niat dari sedekah ini. Jika niatnya baik demi menolong orang yang lemah maka sedekah ini baik dan berarti pula sama persis dengan nilai moral. Tapi jika niatnya jelek hanya untuk riya’ (show belaka) maka sedekah demikian dianggap salah dan divonis sebagai tindakan yang tidak berakhlakul karimah.
3.    Hukum Syariah
Dengan adanya hukum syariah agar dalam menjalankan kegiatan ekonomi ada batasannya yaitu sesuai dengan jalan Al-Quran dan sunnah. 
4.   Keadilan
Keadilan merupakan nilai yang paling asasi dalam ajaran islam. Menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman adalah tujuan utama dari risalah para rasul-Nya (QS 57:25). Dengan berbagai muatan adil tersebut secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat kesamaan perlakuan dimata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara layak, hak menikmati pembangunan. Berdasarkan muatan makna adil yang ada dalam Al-Quran, maka hal ini bisa diturunkan menjadi berbagai nilai turunan yaitu:
a) Persamaan Kompensasi
Persamaan kompensasi adalah pengertian adil yang paling umum yaitu seseorang harus memberikan kompensasi yang sepadan kepada pihak lain sesuai dengan pengorbanan yang telah dilakukan . Komponen yang ada dalam kompensasi tersebut antara lain: upah dan ongkos.
b) Persamaan Hukum
Persamaan hukum disini memberikan makna bahwa setiap orang harus diperlakukan sama didepan hukum. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap seseorang didepan hukum atas dasar apapun juga. Dalam transaksi ekonomi tidak ada alasan untuk melebihkan hak suatu golongan atas golongan yang lain karena kondisi yang berbeda.  Kesejahteraan dan hasil pembangunan harus didistribusikan kepada orang dan tidak mengumpul pada kelompok tertentu.
c) Proporsional
Adil tidak selalu diartikan sebagai kesamaan hak, namun hak ini disesuaikan dengan ukuran setiap individu atau proporsinal, baik dari sisi kebutuhan, kemampuan, pengorbanan, tanggung jawab ataupun kontribusi yang telah diberikan seseorang. Suatu distribusi yang adil tidak selalu harus merata, namun tetap memperhatikan ukuran dari masing-masing individu yang ada, mereka yang ukurannya besar perlu memperoleh besar dan yang kecil memperoleh jumlah yang kecil pula.

D. Mekanisme Distribusi
Masalah ekonomi terjadi apabila kebutuhan pokok (al-hajatu al-asasiyah) untuk semua pribadi manusia tidak tercukupi. Dan masalah pemenuhan kebutuhan pokok merupakan persoalan distribusi kekayaan. Dalam mengatasi persoalan distribusi tersebut harus ada pengaturan menyeluruh yang dapat menjamin terpenuhi seluruh kebutuhan pokok pribadi, serta menjamin adanya peluang bagi setiap pribadi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pelengkapnya.
Dalam persoalan distribusi kekayaan yang muncul, islam melalui sistem ekonomi islam menetapkan bahwa berbagai mekanisme tertentu yang digunakan untuk mengatasi persoalan distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi islam secara garis besar dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu: mekanisme ekonomi dan mekanisme nonekonomi.
1. Mekanisme Ekonomi
Mekanisme ekonomi adalah mekanisme distribusi dengan mengandalkan kegiatan ekonomi agar tercapai distribusi kekayaan. Mekanisme ini dijalankan dengan cara membuat berbagai ketentuan dan mekanisme ekonomi yang berkaitan dengan distribusi kekayaan.  Dalam menjalankan distribusi kekayaan, maka mekanisme ekonomi yang ditempuh pada sistem ekonomi islam diantaranya manusia yang seadil-adilnya dengan cara berikut:
a.    Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab hak milik (asbabu al-tamalluk ) dalam hak milik pribadi (al-milkiyah al-fardiyah).
Dalam islam telah ditetapkan sebab-sebab utama seseorang dapat memiliki harta yang berkaitan dengan hak milik pribadi.  Hak milik pribadi adalah hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (utility) tertentu, yang memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi – baik karena barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain (seperti disewa) ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dari barang tersebut. Oleh karena itu, setiap orang bisa memiliki kekayaan yang ada di bumi.  Dalam hal ini islam mengikatkan kemerdekaan seseorang dalam menggunakan hak milik pribadinya dengan ikatan-ikatan yang menjamin tidak adanya bahaya terhadap orang lain atau mengganggu kemaslahatan umum. Menimbulkan bahaya adalah penganiayaan, sedang penganiayaan itu dilarang oleh nash Alquran.
Salah satu upaya yang lazim dilakuakan manusia untuk memperoleh harta kekayaan adalah dengan bekerja. Islam menetapkan adanya “bekerja” bagi seluruh masyarakat. Maka dari tiu “ bekerja” menurut islam adalah sebab pokok yang mendasar untuk memungkinkan manusia dapat memiliki harta kekayaan.
Az-Zein mengatakan bahwa dengan memahami hukum-hukum syara’ yang menetapkan bahwa bentuk pekerjaan tersebut tampak jelas, bahwa bentuk-bentuk pekerjaan yang diisyaratkan, sekaligus dapat dijadikan sebab hak milik harta adalah pekerjaan-pekerjaan sebagi berikut:
1)   Bekerja disektor jasa (ijarah);
2)   Bekerja sebagai broker/makelar;
3) Bekerja sebagai pengelola (mudharib) pada perseroan (syarikah)    mudlarabah;
4)   Bekerja mengairi lahan pertanian (musaqat);
5)   Menghidupan tanah mati;
6)   Menggali kandungan bumi.
b.    Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan hak milik (tanmiyatu al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
Pengembangan hak milik (tanmiyatu al-milkiyah) adalah mekanisme yang digunakan seseorang untuk mendapatkan tambahan hak milik tersebut. Karena islam mengemukakan dan mengatur serta menjelaskan satu mekanisme untuk mengembalikan hak milik. Maka pengembangan hak milik tersebut harus terikat dengan hukum-hukm tertentu yang telah dibuat syara’ dan tidak boleh dilanggar ketentuan-ketentuan syara’ tersebut.
Kalau kita amati berbagai macam bentuk harta kekayaan yang ada dalam kehidupan, maka dapat kita kelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Harta berupa tanah; 2) Harta yang diperoleh melalui pertukaran dengan barang (jual-beli); 3) Harta yang diperoleh dengan cara mengubah bentuk dari satu bentuk kebentuk yang berbeda.  Dalam hal transaksi jual beli maupun produksi ada bebrapa saluran distribusi yang ada didalmnya yaitu:
1.    Produsen ------------------------------------------------------ konsumen
2.    Produsen ----------------------------- pedagang eceran ---- konsumen
3.    Produsen ---------------- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen
4.    Produsen ---- Agen ---- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen
Dari sinilah kita ketahui teknik yang digunakan oleh orang-orang mengembangkan untuk harta kekayaan yang kesemuanya ditujukan dalam rangka meningkatkan produktivitasnya.
c.    Laranagn menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonominya. Pada gilirannya akan menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
Dijelaskan Al Badri bahwa islam mengharamkan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya, dan mewajiban pembelanjaan terhadap harta tersebut, agar ia beredar ditengah-tengah masyarakat sehingga dapat diambil manfaatnya. Penggunaan harta benda dapat dilakukkan dengan mengerjakan sendiri ataupun bekerja sama dengan orang lain dalam suatu pekerjaan yang tidak diharamkan. Ada banyak hal larangan dalam Alquran diantarnya, yaitu melarang usaha penimbunan harta, baik emas maupun perak karena keduanya merupakan standar mata uang. Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ayat tersebut muncul adanya penimbunan uang, bukan adanya akibat saving uang. Sebab saving tersebut tidak akan menghentikan roda perekonomian. Sebaliknya penimbunanlah yang justru menghentikannya.
Perbedaan antara penimbunan dengan saving adalah, bahwa kalau penimbunan berarti mengumpulkan uang satu dengan uang yang lain tanpa ada kebutuhan, dimana penimbunan tersebut akan menarik uang dari pasar. Sementara saving adalah menyimpan uang karena adanya kebutuhan, semisal mengumpulkan uang untuk membangun rumah, untuk menikah, memperbaiki bisnis ataupun untuk keperluan yang lain. 
d.    Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.
Islam menganjurkan agar harta benda beredar diseluruh anggota masyarakat, dan tidak beredar dikalangan tertentu, sementara kelompok lain tidak mendapat kesempatan. Caranya adalah dengan menggalakkan kegiatan investasi dan pembangunan infrasturktur. Untuk merealisasikan hal ini maka negara menjadi fasilisator antara orang kaya yang tidak mempunyai waktu dan berkesempatan untuk mengerjakan dan mengembangkan hartanya dengan pengelola yang professional yang modalnya kecil atau tidak ada. Mereka dipertemukan dalam perseroan.
Selain itu negara dapat juga memberikan pinjaman modal usaha. Dan pinjaman tidak dikenakan bunga ribawi . Bahkan kepada orang-orang tertentu dapat juga diberikan modal usaha secara cuma-cuma sebagai hadiah agar tidak terbebani oleh pengembalian pinjaman tersebut.
Cara lain yang dilakukan adalah dengan menyediakan berbagai fasilitas seperti jalan raya , pelabuhan, pasar dan lain sebagainya.
e.    Larangan kegiatan monopoli, serta berbagi penipuan yang dapat mendistorasi pasar.
Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produk-produk yang merupakan jenis hak milik pribadi (private property). Sebab dengan adanya monopoli, maka seseorang dapat menentukan harga jual produk tidak sesuai dengan pasarnya, sehingga dapat merugikan kebanyakan orang dimuka umum. Bahkan negara tidak diperbolehkan turut terlibat dalam penetapan harga jual suatu produk yang ada dipasar, sebab hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan harga pasar. Islam mengharamkan penetapan harga secara mutlak. Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a yang mengatakan:
“Bahwa ada seseorang laki-laki datang lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah tetapkan harga ini .’ Beliau menjawab: ‘(Tidak) justru, biar saja.’ Kemudian beliau didatangi laki-laki yang lain lalu mengatakan : ‘Wahai Rasulullah, tetapkan harga ini’ Belaiu menjawab . (Tidak) tetapi Allah-lah yang berhak menurunkan dan menaikkannya. Pematokan harga secara sepintas tampaknya baik dan bisa memberi kemaslahatan bagi rakyat secara keseluruhan. Akan tetapi, dengan pengamatan yang lebih mendalam pematokan harga tersebut akan berdampak munculnya pasar-pasar gelap. Dalam kondisi paceklik akan mendorong kaum kaya untuk berlomba-lomba memborong barang kemudian menjual dipasar gelap dengan harga yang bisa mereka kendalikan sendiri. Akibatnya harga barang akan semakin membumbung naik tanpa bisa dikendalikan lagi. Hal itu menyebabkan yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan terus tercekik.
Akan tetapi berbeda dengan berbagai produk yang termasuk milik umum islam memperbolehkan adanya monopoli oleh negara. Namun monopoli oleh negara bukan berarti negara dapat menerapkan harga sebebas-bebasnya demi mengejar keuntungan semata. Namun negara justru berkewajiban menyediakan berbagai produk tersebut dengan harga serendah-rendahnya.
Masalah lain yang dilarang oleh islam adalah adanya upaya memotong jalur pemasaran yang dilakukan oleh pedagang perantara, sehingga para produsen terpaksa menjual produknya dengan harga sangat murah, padahal harga yang ada dipasar tidak serendah yang mereka peroleh dari pedagang perantara. Abdullah Ibn Umar r.a meriwayatkan berkata:
“Kami pernah menyambut orang-orang yang datang membawa hasil panen dari luar kota lalu kami membelinya dari mereka. Rasulullah Saw melarang kami membelinya sampai hasil panen tersebut di bawa ke pasar”    
f.    Laranagn kegiatan judi, riba, korupsi pemberian suap dan hadiah kepada penguasa.
Judi dan riba merupakan penyebab utama uang hanya akan bertemu dengan uang (bukan dengan barang dan jasa) dan beredar diantara orang kaya saja karena islam melarang serta mengharamkan akktivitas tersebut. Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”Berkitan dengan riba Allah Swt berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. Dari penggalan ayat Al-Quran tersebut dapat dilihat bahwa riba mempunyai banyak bahaya dintaranya:
1.    Menumbuhkan egoisme individu
2.    Merusak sendi-sendi kehidupan ekonomi
3.    Merusak tatanan ekonomi 
Sementara korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa mengakibatkan harta hanya beredar diantara orang-orang yang sudah berkecukupan. Hal ini merupakan penyebab rusaknya sistem distribusi kekayaan. Berkaitan dengan suap menyuap Rasululullah bersabda:
“Allah Swt melaknat penyuap, penerima suap dan menjadi perantara suap menyuap” (HR Ahmad)
Seorang pejabat yang menduduki suatu jabatan khusus dilarang menerima hadiah dari pihak manapun. Hal demikian tidak boleh seorang pegawai atau pejabat yang sedang mengerjakan tugasnya menerima komisi.sementara dia telah mendapatkan gaji dari pekerjaannya.
g.    Pemanfaatan secara optimal (dengan harga murah atau cuma-cuma ) hasil dari barang-barang dari SDA milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Dengan disiplinnya pengelolaan dan pemanfaatan harta-harta yang menjadi milik umum, maka hasilnya dapat didistribusikan kepada seluruh masyarakat secara cuma-cuma atau dengan harga yang murah.  Dan jika terjadi kenaikan harga harus megikuti kenaikan pendapatan rata-rata penduduk. Dalam islam adanya tingkat harga yang wajar atau adil bukan sebuah keringanan melainkan hak fundmental yang dijamin hukum negara.
2. Mekanisme Nonekonomi
Didukung oleh sebab-sebab tertentu yang bersifat alamiah, misalnya keadaan alam yang tandus, badan yang cacat, akal yang lemah atau terjadi musibah bencana alam, dimungkinkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi kekayaan kepada orang-orang yang memilki faktor-faktor tersebut. Dengan ekonomi biasa, maka distribusi kekayaan tidak akan berjalan dengan baik karena orang-orang yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah tadi tidak dapat mengikuti aturan kegiatan ekonomi secara normal sebagimana orang lain. Bila dibiarkan maka orang-orang itu tergolong tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam dan sebagainya) makin terpuruk secara ekonomi. Oleh karena itu agar tercapai keseimbangan dan kesetaraan ekonomi maka dapat dilakukan hal-hal berikut:
a.    Pemberian negara kepada rakyat yang membutuhkan
Pemberian harta negara tersebut dengan maksud agar dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup rakyat atau agar rakyat dapat memanfaatkan pemilikan secara merata. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat diberikan secara langsung ataupun tidak langsung dengan jalan memberi berbagai sarana fasilitas sehingga pribadi dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Mengenai berbagai pemenuhan kebutuhan hidup contohnya negara memberi sesuatu kepada pribadi atau masyarakat yang mampu mngerjakan lahan, maka negara akan memberikan lahan yang menjadi milik negara kepada pribadi yang tidak mempunyai lahan tersebut atau negara memberikan harta kepada pribadi yang mempunyai lahan tetapi tidak  mempunyai modal untu menegelolanya.   
b.    Zakat
Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada mustahik adalah bentuk lain dari mekanisme nonekonomi dalam hal distribusi zakat. Zakat adalah ibadah yang dapat dilaksanakan oleh para muzakki. Dalam hal ini, negara wajib memaksa siapapun yang termasuk muzakki untuk membayar zakatnya.
Dari harta zakat tersebut kemudian dibagikan kepada golongan tertentu , yakni delapan asnaf seperti yang telah disebutkan dalam Alquran. Allah berfirman:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.Jadi zakat merupakan ibadah yang berperan dan berdampak ekonomi , yakni berperan sebagi instrument distribusi kekayaan diantara manusia.
c.    Warisan
Ketika mati orang meninggal itu tidak lagi memiliki hak apa-apa atas badan dan hartanya. Sekalipun harta tersebut milik si mayit, tetapi ketika mati ia tidak berhak memberikan kepada siapa saja sesuka dia. Wasiat menyangkut harta kepada selain ahli waris hanya diperbolehkan paling banyak sepertiga bagian saja. Dengan cara ini akan berlangsung peredaran harta milik mayit kepada ahli warisnya. Dan ahli waris bisa mendapatkan harta tanpa melalui ekonomi biasa.
Pribadi ahli waris dapat memperoleh harta dengan mendapatkan warisan. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah nash al-quran yang penunjukannya secara qathiy. Waris mempunyai hukum-hukum tertentu yang sifatnya tauqify yakni suatu ketentuan hukum yang bersifat dari Allah Swt. Hukum waris juga tidak disertai illat (sebab ditetapkan hukum) apapun. Nash-nash Alquran telah menjelaskan hukum-hukum waris dalam bentuk rinci: Allah Swt telah menyatakan dalam firmannya:
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.d.    Shadaqah
Dalam distribusi non ekonomi kita juga mengenal distribusi pendapatan yang berada dalam konteks rumah tangga.  Distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga tidak lepas dari terminologi shadaqah. Pengertian shadaqah disini bukan berarti sedekah dalam pengertian bahasa Indonesia. Karena shadaqah dalam kontek terminologi Alquran dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu shadaqah wajibah yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan instrument distribusi pendapat berbasis kewajiban. Untuk kategori ini bisa berarti kewajiban personal seseorang sebagai muslim, seperti warisan dan bisa juga berarti keawajiban seorang muslim dengan muslim yang lain. Kedua: shadaqah nafilah (sunnah) yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan instrument distribusi pendapatan berbasis amal karikatif, sedekah. Sedekah tersebut antara lain yaitu:
Pertama : Shadaqah wajibah (wajib dan khusus dikenakan bagi orang muslim) adalah:
1)    Nafaqah: Kewajiban tanpa syarat dengan menyediakan kebutuhan yang diberikan kepada pihak atau orang-orang yang menjadi tanggungannya. Nafkah tersebut ditujukan untuk enam kelompok: diri sendiri, istri, saudara, pembantu wanita, budak dan hewan peliharaan.
2)    Udhiyah: Kurban binatang ternak pada saat hari raya idul adha dan hari tasyirik
3)    Musaadah: Bantuan kepada orang lain yang sedang terkena musibah, tanpa ada pamrih apapun.
4)    Jiwar: Bantuan yang diberikan kepada tetangga, hal ini dianjurkan oleh nabi seperti diungkapkan dalam hadis berikut “ barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hormatilah tetanggamu.”
5)    Diyafah: kegiatan memberikan jamuan kepada tamu yang datang.
Kedua: Shadaqah Nafilah (sunnah dan khusus dikenakan bagi orang muslim) adalah:
1)    Infaq: Sedekah yang diberikan kepada orang lain jika kondisi keuangan rumah tangganya sudah berda diatas nisab. Jadi seseorang muslim tidak dituntut untuk mendistribusikan hartanya untuk infaq sebelum memenuhi kewajiban membayar zakat.
2)    Aqiqah: Kegiatan pemotongan kambing untuk anak yang dimikinya (dilahirkannya), satu ekor untuk anak perempauan dan dua ekor untuk anak laki-laki.
3)    Wakaf: Menahan suatu benda untuk diambil manfaatnya untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran islam.
4)    Wasiat : Pendistribusian harta kepada orang lain setelah pemilik harta tersebut meninggal, makksimal 1/3 harta yang ditinggalkan (warisan)
Melalui kegiatan yang sangat dianjurkan ini, akan terjadi peredaran atau distribusi kekayaan diantara manusia melalui mekanisme non ekonomi.
e.    Ganti rugi terhadap kejahatan yang dilakukan seseorang kepada orang lain
Distribusi harta dapat juga terjadi karena adanya ganti rugi (kompensasi) dari kemudharatan yang menimpa seseorang. Seseorang bisa mendapatkan harta tanpa harus mengeluarkan curahan harta tenaga karena dia mendapat ganti rugi sebagai akibat kemudaharatan yang dilakukan orang lain kepadanya.  Kegiatan tersebut antara lain:
1)    Kafarat: Tebusan terhadap dosa yang dilakukan oleh orang muslim, semisal melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan Ramadhan. Salah satu pilihan hukuman adalah memberikan makan fakir miskin sebanyak 60 orang.
2)    Dam/diyat: tebusan atas tidak dilakukannya suatu syarat dalam pelaksanaan ibadah, seperti tidak melakukan puasa tiga hari pada saat melaksanakan ibadah haji. Tarifnya setara dengan seekor kambing.
3)    Nudzur: perbuatan untuk menafkahkan atau mengorbankan sebagian harta yang dimilikinya untuk mendapatkan ridha Allah Swt atas keberhasilan pencapaian sesuatu yang menjadi keinginannya. Sipelaku dapat menentukan sendiri.
f.    Barang Temuan
Salah satu bentuk distribusi harta secara nonekonomi adalah penguasaan seseorang atas harta temuan sehingga apabila ada seseorang telah menemukan suatu barang dijalan atau disuatu tempat umum, maka harus diteliti terlebih dahulu: apabila barang tersebut memungkinkan untuk disimpan dan diumumkkan. Misalnya emas, perak, permata dan pakaian, maka barang tersebut harus disimpan dan diumumkan untuk dicari siapa pemiliknya. Jika selama dalam pengumuman ada pemiliknya yang datang maka harta tersebut harus diserahkan. Akan tetapi jika tidak ada yang datang atau tidak ada yang dapat membuktikan bahwa harta tersebut memang miliknya maka harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan dan harus dikeluarkan khums (1/5) dari harta tersebut sebagai zakatnya.

__________________________________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hanif, Rifkky dkk. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Kurnia

An-Nabahan ,M Faruq.Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta: UII Press Yoyakarta,2002
Chapra, M Umar dkk. Etika Ekonomi Politik.Surabaya: Risalah Gusti,1997
Ilmi, Makhalul.Teori dan Praktek Mikro Keuangan Syariah. Yogyakarta: UII   Press Yoyakarta,2002
Haider Naqvi, Syed Nawab.Menggagas Ilmu Ekonomi Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2003
Nasutin, Mustafa Edwin dkk.Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada media Group,2006
Nawawi, Ismail.Ekonomi Islam. Surabaya: Cv. Putra Media Nusantara,2009
Pusat Pengkajian dan Pengambangan ekonomi (P3EI).Ekonomi Islam.Jakarta: PT.Raja Grafindo,2008
Rahardjo, M Dawam..Etika Ekonomi dan Manajemen. Yogyakarta: Pt.tiara Wacana1990
Sholahuddin, Muhammad.Asas-Asas Ekonomi Islam. Jakarta: PT.Raja Grafindo. 2007
Siddiqi, Muhammad Nejatullah. Kegiatan Ekonomi Dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara,1991
http:sescipb.co.cc/index.php?option=com conten&view=article&id=53:distribusi-pendapatan&catid=39:makro&itemid=54
http://p3ei.blogdetik.com/distribusi-pendapatan/
http://dansite.wordpress.com/2009/03/25/pengertian-distribusi/
http://kanal3.wordpress.com/2010/05/20/%E2%80%9Cstudy-hadits-ekonomibagaimanakah-konsep-distribusi-dalam-islam/


1 komentar:

  1. Dalam distribusi non ekonomi kita juga mengenal distribusi pendapatan yang berada dalam konteks rumah tangga. Distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga tidak lepas dari terminologi shadaqah. Pengertian shadaqah disini bukan berarti sedekah dalam pengertian bahasa Indonesia. Karena shadaqah dalam kontek terminologi Alquran dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu shadaqah wajibah yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan instrument distribusi pendapat berbasis kewajiban. Untuk kategori ini bisa berarti kewajiban personal seseorang sebagai muslim, Circular Flow Diagram
    seperti warisan dan bisa juga berarti keawajiban seorang muslim dengan muslim yang lain

    BalasHapus