Kamis, 03 Oktober 2013

KUHPerdata Buku Satu Bab VIII - XIII

BAB VIII
GABUNGAN HARTA BERSAMA ATAU PERJANJIAN KAWIN PADA PERKAWINAN KEDUA ATAU SELANJUTNYA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 180
Juga dalam perkawinan kedua dan berikutnya,menurut hukum ada gabungan harta benda menyeluruh antara suami isteri, bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain.
Pasal 181
Akan tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan dan perkawinan yang sebelumnya, suami atau isteri yang baru, oleh percampuran harta dan utang-utang pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada jumlah bagian terkecil yang diperoleh seorang anak atau bila anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh turunannya dalam penggantian ahli waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan ini sekali-kali tidak boleh melebihi seperempat bagian dan harta benda suami atau isteri yang kawin lagi itu.
Anak-anak dan perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu terbukanya warisan dan suami atau isteri yang kawin lagi berhak menuntut pemotongan atau pengurangan; dan apa yang melebihi bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam warisan itu.
Pasal 182
Suami atau isteri, yang mempunyai anak-anak dan perkawinan yang terdahulu dan melakukan perkawinan berikutnya, tidak boleh menyediakan kepada suami atau isteri yang baru, dengan perjanjian kawin itu, keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal sebelum ini.
Pasal 183
Suami isteri tidak diperkenankan dengan cara yang berliku-liku saling memberi hibah lebih daripada yang diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas.
Semua hibah yang diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang perantara, adalah batal.
Pasal 184
Yang dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara ialah hibah yang diberikan oleh seorang suami atau isteri kepada semua anak atau salah seorang anak dan perkawinan terdahulu isteri atau suaminya, demikian pula hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan pada waktu penghibahan diperkirakan akan menjadi warisan isteri atau suami penghibah itu, meskipun suami atau isteri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama dan penerima hibah.
Pasal 184a
Pasal-pasal 181-184, dalam hal suami isteri yang kawin kembali satu sama lain, tidak berlaku bagi anak-anak atau keturunan dan perkawinan mereka yang terdahulu.
Pasal 185
Juga jika ada anak-anak dan perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian harus dibagi rata antara suami isteri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan atau diubah oleh perjanjian kawin.
BAB IX
PEMISAHAN HARTA BENDA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 186
Selama perkawinan, si isteri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta benda kepada Hakim, tetapi hanya dalam hal-hal:
  1. bila suami, dengan kelakuan buruk memboroskan barang-barang dan gabungan harta bersama, dan membiarkan rumah tangga terancam bahaya kehancuran.
  2. bila karena kekacau-balauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan untuk harta perkawinan isteri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak isteri akan hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam pengurusan harta perkawinan siisteri, harta itu berada dalam keadaan bahaya.
Pemisahan harta benda yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama adalah batal.
Pasal 187
Tuntutan akan pemisahan harta benda harus diumumkan secara terbuka.
Pasal 188
Orang yang berpiutang kepada si suami dapat ikut campur dalam penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta benda itu.
Pasal 189
Putusan Hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta benda itu, sebelum pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta benda itu, dalam hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan diajukan.
Pasal 190
Selama penyidangan, isteri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin Hakim, untuk menjaga agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan si suami.
Pasal 191
Keputusan di mana pemisahan harta benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti yang ternyata dan akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si isteri tidak mengajukan tuntutan untuk pelaksanaannya kepada Hakim dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur
Pasal 192
Para kreditur si suami yang tidak turut campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka dengan adanya pelaksanaan itu, secara sengaja dirugikan.
Pasal 193
Meskipun ada pemisahan harta benda, si isteri wajib memberi sokongan untuk biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si suami, menurut perbandingan antara harta si isteri dan harta si suami. Bila si suami ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si isteri saja.
Pasal 194
Isteri yang berpisah harta benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya, dan meskipun ada ketentuan-ketentuan Pasal 108, dia dapat memperoleh izin umum dan hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya.
Pasal 195
Suami tidak bertanggung jawab kepada isterinya, bila si isteri setelah berpisah harta bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang diperolehnya dan Hakim, kecuali bila si suami ikut membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami.
Pasal 196
Gabungan harta benda yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua suami isteri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta otentik.
Pasal 197
Bila gabungan harta bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan kekeadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si isteri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu. Segala perjanjian yang oleh suami isteri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan harta bersama itu dengan syarat-syarat yang semula, adalah batal.
Pasal 198
Suami isteri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu secara terbuka. Selama pengumuman seperti itu seperti itu belum dilaksanakan, suami isteri itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan gabungan harta bersama itu dengan pihak-pihak ketiga.
BAB X
PEMBUBARAN PERKAWINAN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN 1
Pembubaran Perkawinan pada Umumnya
Pasal 199
Perkawinan bubar:
  1. oleh kematian;
  2. oleh tidak hadirnya si suami atau si isteri selama sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan baru isteri atau suaminya. sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab 18;
  3. oleh keputusan Hakim setelah pisah meja dan ranjang dan pendaftaran Catatan Sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini;
  4. oleh perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 3 bab ini.
BAGIAN 2
Pembubaran Perkawinan Setelah Pisah Meja dan Ranjang
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 200
Bila suami isteri pisah meja dan ranjang, baik karena salah satu alasan dan alasan-alasan yang tercantum dalam pasal 233, maupun atas permohonan kedua belah pihak, dan perpisahan itu tetap berlangsung selama lima tahun penuh tanpa perdamaian antara kedua belah pihak. Maka mereka masing-masing bebas untuk menghadapkan pihaklain ke pengadilan, dan menuntut agar perkawinan mereka dibubarkan.
Pasal 201
Tuntutan itu harus segera ditolak, bila pihak tergugat, setelah tiga kali dan bulan ke bulan dipanggil ke Pengadilan tidak muncul-muncul, atau datang dengan mengadakan perlawanan terhadap tuntutan itu, atau menyatakan bersedia untuk berdamai dengan pihak lawan.
Pasal 202
Bila pihak tergugat menyetujui tuntutan, Pengadilan Negeri harus memerintahkan, agar suami isteri itu secara pribadi bersama-sama menghadap seorang atau lebih hakim anggota, yang akan berusaha mendamaikan mereka.
Bila usaha itu tidak berhasil, Hakim harus memerintahkan untuk kembali lagi, paling cepat tiga bulan dan paling lambat enam bulan setelah pertama kali menghadap.
Bila ada alasan yang sah untuk tidak menghadap maka anggota atau para anggota yang ditunjuk itu harus pergi ke rumah suami isteri itu.
Bila salah seorang dari suami isteri, atau kedua-duanya, bertempat tinggal di luar daerah hokum Pengadilan Negeri yang kepadanya permohonan diajukan, maka Pengadilan Negeri itu boleh meminta Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya kedua suami isteri itu bertempat tinggal untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam tiga alinea terdahulu. Pengadilan Negeri ini akan membuat berita acara tentang tindakan-tindakan yang dilakukannya dan segera mengirimkannya kepada Pengadilan Negeri tersebut pertama.
Bila salah seorang dan suami isteri, atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar Indonesia, Pengadilan Negeri boleh meminta kepada seorang pejabat Pengadilan di negara tempat mereka berdiam, untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam alinea satu dan dua, atau memerintahkannya kepada Pegawai Perwakilan Indonesia di tempat tinggal suami isteri itu.
Berita Acara mengenai hal itu dikirimkan kepada Pengadilan Negeri itu.
Pasal 203
Bila pertemuan yang kedua ternyata tidak berhasil juga, maka setelah mendengar penuntut umum, Pengadilan Negeri harus mengambil keputusan dan menerima tuntutan itu, jika segala persyaratan acara telah dipenuhi seperti yang dikemukakan di atas.
Namun demikian, setelah mengadakan pemeriksaan Pengadilan Negeri bebas untuk menangguhkan putusan selama enam bulan, bila ternyata baginya masih ada kemungkinan untuk berdamai.
Pasal 204
Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini boleh dimintakan banding kepada Hakim yang lebih tinggi selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan.
Pasal 205
Perkawinan itu dibubarkan oleh putusan tersebut dan pendaftarannya dalam daftar-daftar Catatan Sipil.
Pendaftarannya harus dilakukan dengan cara, dalam jangka waktu dan dengan ancaman hukuman seperti yang ditentukan dalam Pasal 221 tentang perceraian.
Pasal 206
Pembubaran perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat yang diatur dalam Pasal 222 sampai dengan Pasal 228 dan Pasal 231 yang berdasarkan Pasal 246 juga berlaku terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga tidak mengurangi syarat-syarat, yang berdasarkan permufakatan berkenaan dengan pasal 237, telah ditetapkan oleh suami isteri itu, baik terhadap diri mereka maupun terhadap pemeliharaan dan pendidikan anak-anak.
Pada waktu memutuskan pisah meja dan ranjang itu, Hakim mengangkat salah seorang dan antara orang tua yang telah melakukan kekuasaan orang tua sebagai wali.
Atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dan mereka, Pengadilan Negeri berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pembubaran perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, boleh mengubah penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea yang lalu, dan persyaratan-persyaratan terhadap anak-anak seperti yang termaksud dalam alinea pertama, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua, wali pengawasnya dan keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak yang masih di bawah umur.
Boleh dinyatakan, bahwa penetapan ini dapat segera dilaksanakan, meskipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan.
Pemeriksaan terhadap orang tua dan wali pengawas yang bertempat tinggal di luar daerah hukum Pengadilan Negeri itu, boleh dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, yang akan menyampaikan
berita acara tentang hal itu kepada Pengadilan Negeri tersebut pertama. Pemanggilan para orang tua dan wali pengawas dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda.
Mereka dapat mewakilkan diri dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 334.
Salah satu dari kedua orang tua yang tidak mengajukan permohonan dan yang tidak menghadap atas panggilan boleh mengadakan perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah suatu penetapan atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaan penetapan itu, disampaikan kepada orang tua itu sendiri, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa dia telah mengerti tentang penetapan itu atau tentang pelaksanaannya yang dimulai. Orang tua yang permohonannya telah ditolak, dan orang tua yang kendati melakukan perlawanan telah dinyatakan salah, demikian pula yang perlawanannya telah ditolak, boleh mohon banding dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan.
Bila anak yang belum dewasa belum benar-benar berada dalam kekuasaan orang yang berdasarkan salah satu ketentuan pasal ini ditugaskan menjadi wali, maka dalam putusan itu atau dalam penetapan harus diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h berlaku terhadap hal ini.
Pasal 206a
Dalam kenyataan pemutusan atau pada pengubahan seperti yang dimaksud dalam alinea ketiga Pasal 206b, bila ada ketakutan yang beralasan, jangan-jangan orang tua yang tidak diserahi tugas perwalian tidak akan memberi cukup bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang belum dewasa, Pengadilan Negeri dapat pula memberi perintah tersebut dalam Pasal 230b, dengan cara dan dengan akibat-akibat seperti yang ditentukan dalam pasal itu. Dalam hal tidak ada perintah ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran itu kepada pengadilan, setelah penetapan pembubaran perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar Catatan Sipil. 206b. Ketentuan Pasal 232a berlaku juga bagi orang-orang yang kawin kembali satu sama lain, setelah perkawinan mereka yang dahulu dibubarkan sesuai dengan pasal-pasal sebelum ini.
BAGIAN 3
Perceraian Perkawinan
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 207
Gugatan perceraian perkawinan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya si suami mempunyai tempat tinggal pokok, pada waktu memajukan permohonan termaksud dalam Pasal 831 Reglemen Acara Perdata atau tempat tinggal yang sebenarnya bila tidak mempunyai tempat tinggal pokok.
Jika pada waktu mengajukan surat permohonan tersebut di atas si suami tidak mempunyai tempat tinggal pokok atau tempat tinggal yang sesungguhnya di Indonesia, maka gugatan itu harus diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat kediaman si isteri yang sebenarnya.
Pasal 208
Perceraian perkawinan sekali-kali tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama.
Pasal 209
Dasar-dasar yang dapat berakibat perceraian perkawinan hanya sebagai berikut:
  1. zina;
  2. meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk;
  3. dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkan perkawinan;
  4. pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dan suami isteri itu terhadap yang lainnya sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa, atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya.
Pasal 210
Bila salah seorang dan suami isteri itu dengan keputusan Hakim dikenakan hukuman karena telah berzina, maka untuk mendapatkan perceraian perkawinan, cukuplah salinan surat putusan itu disampaikan kepada Pengadilan Negeri dengan surat keterangan, bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Ketentuan ini berlaku juga, bila perceraian perkawinan ini dituntut karena si suami atau si isteri dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat.
Pasal 211
Dalam hal perbuatan meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, demikian pula dalam hal perubahan tempat tinggal pokok atau tempat tinggal sebenarnya, yang terjadi setelah timbulnya sebab perceraian perkawinan, tuntutan perceraian perkawinan itu boleh juga iajukan kepada Pengadilan di tempat tinggal bersama yang terakhir.
Tuntutan akan perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan tikad buruk hanya dapat dikabulkan, bila yang meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa alasan sah, tetap menolak untuk kembali kepada suami atau isterinya.
Tuntutan itu tidak boleh dimulai sebelum lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau isteri itu meninggalkan tempat tinggal bersama mereka.
Bila kepergian itu mempunyai alasan yang sah, jangka waktu lima tahun itu akan dihitung sejak berakhirnya alasan itu.
Pasal 212
Isteri itu, baik sebagai penggugat untuk perceraian maupun sebagai tergugat, dengan izin Hakim boleh meninggalkan rumah suaminya selama berlangsungnya persidangan.
Pengadilan Negeri akan menunjuk rumah di mana isteri itu harus tinggal.
Pasal 213
Isteri itu tidak berhak untuk menuntut tunjangan nafkah, yang setelah ditentukan Hakim harus dibayar oleh si suami kepada isterinya selama berlangsungnya perkara itu.
Bila isteri itu, tanpa izin Hakim, meninggalkan tempat tinggal yang ditunjuk baginya, maka tergantung pada keadaan, dia boleh diberi hak lagi untuk menuntut tunjangan, bahkan bila dia adalah penggugat, dia dapat dinyatakan tidak dapat diterima untuk melanjutkan tuntutan hukumnya.
Pasal 214
Pengadilan Negeri, selama persidangan masih berjalan, bebas untuk mencabut pelaksanaan kekuasaan orang tua untuk sementara seluruhnya atau sebagian, dan sejauh dianggap perlu, memberikan wewenang-wewenang yang demikian atas diri dan barang-barang anak-anak kepada pihak lain antara orang tua itu, atau kepada orang yang ditunjuk Pengadilan Negeri, atau kepada dewan perwalian.
Terhadap penetapan-penetapan mi tidak diperkenankan memohon banding. Penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai putusan yang menolak gugatan perceraian memperoleh kekuatan hukum yang pasti; dalam hal gugatan diterima, penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai satu bulan berlalu, setelah penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk mengatur soal perwalian memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan sesuai dengan alinea pertama, berlaku alinea ketujuh dan kedelapan Pasal 319f.
Pasal 215
Hak-hak si suami mengenai pengurusan harta si isteri tidak terhenti selama perkara berjalan, hal ini tidak mengurangi wewenang si isteri untuk melindungi haknya, dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang ditunjukkan dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
Semua akta si suami yang sengaja mengurangi hak-hak si isteri adalah batal.
Pasal 216
Hak untuk menuntut perceraian perkawinan gugur jika terjadi perdamaian suami isteri, entah perdamaian itu terjadi setelah si suami atau si isteri mengetahui perbuatan-perbuatan yang sedianya boleh dipakai sebagai alasan untuk menggugat, entah setelah gugatan untuk perceraian dilakukan.
Undang-undang menganggap telah ada perdamaian, bila si suami dan si isteri tinggal bersama lagi setelah isteri dengan izin Hakim meninggalkan umah kediaman mereka bersama.
Pasal 217
Suami atau isteri, yang mengajukan gugatan baru atas dasar suatu sebab baru yang timbul setelah perdamaian, boleh mempergunakan alasan-alasan yang lama untuk mendukung gugatannya.
Pasal 218
Gugatan untuk perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, gugur bila suami atau isteri, sebelum diputuskan perceraian, kembali ke rumah kediaman bersama. Namun bila setelah sebab yang sah, pihak lain oleh memulai gugatan baru untuk perceraian perkawinan enam bulan setelah kepergian itu, dan boleh menggunakan alasan-alasan lama untuk mendukung gugatannya.
Dalam hal itu, gugatan perceraian perkawinan tidak akan gugur bila pihak yang meninggalkan tempat tinggal bersama itu kembali sekali lagi.
Pasal 219
Dalam kedua hal yang diatur dalam Pasal 210, suami atau isteri yang membiarkan lampau waktu enam bulan terhitung dari hari putusan Hakim mendapatkan kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat diterima lagi untuk memulai gugatan perceraian perkawinan.
Bila salah seorang dan suami isteri itu berada di luar negeri pada waktu pihak yang lain mendapat putusan hukuman, maka jangka waktu yang ditetapkan adalah enam bulan dihitung mulai dari hari kembalinya ke Indonesia.
Pasal 220
Gugatan untuk perceraian gugur, bila salah seorang dan kedua suami isteri meninggal sebelum ada putusan.
Pasal 221
Perkawinan dibubarkan oleh keputusan hakim dan pendaftaran perceraian yang ditetapkan dengan putusan itu dalam daftar-daftar Catatan Sipil.
Pendaftaran itu harus dilakukan atas permohonan kedua suami isteri atau salah seorang dan mereka di tempat pendaftaran perkawinan itu. Jika perkawinan itu dilaksanakan di luar Indonesia, maka pendaftaran harus dilakukan dalam daftar-daftar Catatan Sipil di Jakarta.
Pendaftaran itu harus dilakukan dalam jangka waktu enam bulan, terhitung dari hari putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Bila pendaftaran itu tidak dilakukan dalam jangka waktu itu, kekuatan putusan perceraian itu hapus, dan perceraian tidak dapat dituntut sekali lagi atas dasar dan alasan yang sama.
Pasal 222
Suami atau isteri yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, boleh menikmati keuntungan-keuntungan yang dijanjikan kepadanya oleh pihak lain berkenaan dengan perkawinan mereka, sekalipun keuntungan-keuntungan itu dijanjikan secara timbal balik.
Pasal 223
Sebaliknya, suami atau isteri yang dinyatakan kalah dalam putusan perceraian itu, kehilangan semua keuntungan yang dijanjikan oleh pihak lain kepadanya berkenaan dengan perkawinan mereka.
Pasal 224
Dengan berlakunya perceraian perkawinan, keuntungan-keuntungan yang dijanjikan akan keluar setelah kematian salah seorang dan suami isteri itu, tidak segera dapat dituntut, pihak yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, baru boleh mempergunakan haknya akan keuntungan-keuntungan itu setelah pihak lawannya meninggal.
Pasal 225
Bila suami atau isteri, yang atas permohonannya dinyatakan perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka Pengadilan Negeri akan menetapkan pembayaran tunjangan hidup baginya dan harta pihak yang lain.
Pasal 226
Dihapus dengan 5. 1938-622.
Pasal 227
Kewajiban untuk memberi tunjangan hidup terhenti dengan kematian si suami atau si isteri.
Pasal 228
Tunjangan-tunjangan yang dijanjikan oleh pihak ketiga dalam perjanjian perkawinan, tetap harus dibayar kepada si suami atau si isteri yang mendapat janji untuk kepentingannya.
Pasal 229
Setelah memutuskan perceraian, dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua atau keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak yang di bawah umur, Pengadilan Negeri akan menetapkan siapa dan kedua orang tua akan melakukan perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orang tua itu dipecat atau dilepaskan dan kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan Hakim terdahulu yang mungkin memecat atau melepas mereka dan kekuasaan orang tua.
Penetapan ini tidak berlaku sebelum hari putusan perceraian perkawinan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan tidak boleh dilakukan perlawanan atau banding.
Terhadap penetapan ini, bapak atau ibu yang tidak diangkat menjadi wali boleh melakukan perlawanan, bila dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud dalam alinea pertama.
Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya.
Bapak atau ibu yang setelah hadir atas panggilan tidak diangkat menjadi wali,atau yang perlawanannya ditolak, dalam tiga puluh hari setelah hari termasuk dalam alinea kedua, dapat naik banding mengenai penetapan itu.
Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan para orang tua.
Pasal 230
Atas dasar hal-hal yang terjadi setelah putusan perceraian perkawinan memperoleh kekuatan hukum yang pasti, maka Pengadilan Negeri berkuasa untuk mengubah penetapan-penetapan yang telah diberikan menurut alinea pertama pasal yang lalu atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, para wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda anak-anak yang di bawah umur. Penetapan-penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan dengan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan.
Ketentuan alinea keempat dan kelima Pasal 206 berlaku terhadap hal ini.
Pasal 230a
Bila anak-anak yang di bawah umur belum berada dalam kekuatan nyata seseorang berdasarkan Pasal 230 atau 229 ditugaskan menjadi wali, atau dalam kekuasaan bapak ibu atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan Pasal 214 alinea pertama, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal 230b
Pada penetapan dalam alinea pertama Pasal 229, setelah mendengar atau memanggil dengan sah seperti yang dimaksud dalam alinea itu dan setelah mendengar dewan perwalian, bila ada kekhawatiran yang beralasan, bahwa orang tua yang diserahi tugas perwalian, tidak akan memberikan tunjangan secukupnya untuk biaya hidup dan pendidikan anak-anak yang masih di bawah umur, Pengadilan Negeri boleh memerintahkan juga, bahwa orang tua itu untuk biaya hidup dan pendidikan anak tiap-tiap tiga bulan akan membayarkan kepada dewan perwalian suatu jumlah yang dalam pada itu ditentukan. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat Pasal 229 berlaku juga terhadap perintah ini.
Pasal 230c
Bila tidak ada perintah seperti yang dimaksud dalam alinea pertama pasal sebelum ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran tunjangan itu lewat Pengadilan, setelah putusan tentang perceraian perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil.
Pasal 230d
Dihapus dengan S. S. 1938-622.
Pasal 231
Bubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan menyebabkan anak-anak yang lahir dan perkawinan itu kehilangan keuntungan-keuntungan yang telah dijaminkan bagi mereka oleh undang-undang, atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka.
Akan tetapi anak-anak itu tidak boleh menuntutnya, selain dengan cara yang sama dan dalam keadaan yang sama seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian perkawinan.
Pasal 232
Bila suami isteri yang bercerai itu dahulu kawin dengan gabungan harta bersama, pembagian harta harus dilakukan berdasarkan dan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Bab VI.
Pasal 232a
Bila suami isteri itu kawin kembali satu sama lain, semua akibat perkawinan itu menurut hukum dengan sendirinya timbul kembali, seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian. Namun hal ini tidak mengurangi kelanjutan berlakunya perbuatan-perbuatan yang sekiranya telah dilakukan terhadap pihak-pihak ketiga selama waktu antara perceraian itu dengan perkawinan baru, dan tidak mengurangi kelanjutan berlakunya penetapan-penetapan Hakim, yang sekiranya telah memecat atau melepaskan suami isteri itu dan perwalian atas anak-anak mereka sendiri, penetapan-penetapan mana harus dipandang sebagai pemecatan atau pelepasan dan kekuasaan orang tua.
Segala persetujuan antara suami isteri yang bertentangan dengan ini adalah batal.
BAB XI
PISAH MEJA DAN RANJANG
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 233
Jika ada hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk menuntut perceraian perkawinan, suami atau isteri berhak untuk menuntut pisah meja dan ranjang. Gugatan untuk itu dapat juga diajukan atas dasar perbuatan-perbuatan yang melampaui batas kewajaran, penganiayaan dan penghinaan kasar yang dilakukan oleh salah seorang dan suami isteri itu terhadap yang Iainnya.
Pasal 234
Gugatan itu diajukan, diperiksa dan diselesaikan dengan cara yang sama seperti gugatan untuk perceraian perkawinan.
Pasal 235
Suami atau isteri yang telah mengajukan gugatan untuk pisah meja dan ranjang, tidak dapat diterima untuk menuntut perceraian perkawinan.
Pasal 236
Pisah meja dan ranjang juga boleh ditetapkan oleh hakim atas permohonan kedua suami isteri bersama-sama, yang boleh diajukan tanpa kewajiban untuk mengajukan alasan tertentu. Pisah meja dan ranjang tidak boleh diizinkan, kecuali bila suami isteri itu telah kawin selama dua tahun.
Pasal 237
Sebelum meminta pisah meja dan ranjang, suami isteri itu wajib mengatur dengan akta otentik semua persyaratan untuk itu, baik yang bercerai pelaksanaan kekuasaan orang tua dan urusan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Tindakan-tindakan yang telah mereka rancang untuk dilaksanakan selama pemeriksaan Pengadilan, harus dikemukakan supaya dikuatkan oleh Pengadilan Negeri, dan jika perlu, supaya diatur olehnya.
Pasal 238
Permintaan kedua suami isteri harus diajukan dengan surat permohonan kepada Pengadilan Negeri tempat tinggal mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang lalu.
Pasal 239
Berkenaan dengan itu Pengadilan Negeri akan memerintahkan kedua suami isteri untuk bersama-sama secara pribadi menghadap seorang atau Iebih anggota yang akan memberi wejangan-wejangan seperlunya kepada mereka.
Bila suami isteri itu bertahan dengan niat mereka, Hakim akan memerintahkan mereka untuk menghadap lagi setelah lewat enam bulan. Bila ternyata ada alasan sah yang menghalangi mereka untuk menghadap, maka Hakim yang ditunjukkan harus pergi ke rumah suami isteri itu.
Bila suami isteri itu bertempat tinggal di luar daerah di mana Pengadilan Negeri itu bertempat kedudukan, Pengadilan Negeri dapat menunjuk kepada kepala daerah setempat untuk melakukan tindakan-tindakan yang dimaksud dalam tiga alinea yang lalu. Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat berita acara tentang apa yang telah dilakukannya dan mengirimkannya ke Pengadilan Negeri.
Bila salah seorang dan suami isteri atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar Indonesia, Pengadilan Negeri itu boleh memohon kepada seorang Hakim di negara tempat suami isteri itu berdiam, untuk memanggil kedua suami isteri atau salah seorang menghadap kepadanya dengan tujuan melakukan ikhtiar perdamaian, atau menugaskan hal itu kepada pejabat perwakilan Indonesia di wilayah tempat suami isteri itu berdiam. Berita acara yang dibuat mengenai hal itu harus dikirimkan kepada Pengadilan Negeri itu.
Pasal 240
Pengadilan Negeri harus mengambil keputusan enam bulan setelah berlangsungnya pertemuan kedua. Ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 230b dan 230 c berlaku sama terhadap ibu dan bapak, yang tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orang tua.
Pasal 241
Bila permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat satu bulan setelah diberikan keputusan, suami isteri itu bersama-sama boleh mengajukan permohonan banding dengan surat permohonan.
Pasal 242
Dengan pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu suami isteri tidak lagi wajib untuk tinggal bersama.
Pasal 243
Pisah meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan dasar untuk pembagian harta bersama, seakan-akan perkawinan itu dibubarkan.
Pasal 244
Karena pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas harta isterinya ditangguhkan. Si isteri mendapat kembali kekuasaan untuk mengurus hartanya, dan dapat memperoleh kuasa umum dan Hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang bergerak.
Pasal 245
Putusan-putusan mengenai pisah meja dan ranjang harus diumumkan secara terang-terangan.
Selama pengumuman terang-terangan ini belum berlangsung, putusan tentang pisah meja dan ranjang tidak berlaku bagi pihak ketiga.
Pasal 246
Ketentuan - ketentuan Pasal 210 sampai dengan 220, Pasal 222 sampai dengan 228, dan Pasal 231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang diminta oleh salah seorang dan suami isteri terhadap yang lain.
Setelah mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang, Pengadilan Negeri setelah mendengar dan memanggil dengan sah orang tua dan keluarga sedarah dan semenda anak-anak yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa dan kedua orang tua itu yang akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri tiap-tiap anak, kecuali bila kedua orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan dan kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan Hakim yang terdahulu yang mungkin telah memecat atau melepaskan mereka dan kekuasaan orang tua.
Ketetapan ini berlaku setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan perlawanan serta banding pun tidak diperbolehkan.
Terhadap penetapan ini, pihak orang tua yang tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang tua, boleh melakukan perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea kedua dia tidak menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. Pihak orang tua yang telah menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding terhadap penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea ketiga. Ketentuan Pasal 230b dan Pasal 230c berlaku sama terhadap bapak dan ibu yang tidak diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua.
Terhadap pemeriksaan para orang tua berlaku alinea keempat Pasat 206.
Pasal 246a
Bila anak-anak yang masih di bawah umur itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan Pasal 246 dan Pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan orang tua, atau dalam kekuasaan bapak, ibu atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan alinea pertama Pasal 246 dan sesuai dengan Pasat 214, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat serta kelima Pasat 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal 246b
Berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan hukum yang pasti, Pengadilan Negeri boleh mengadakan perubahan pada penetapan-penetapan, yang telah diberikan berdasarkan alinea kedua pasal yang lalu, atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dan mereka, setelah mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan para keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak yang masih di bawah umur. Penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksan akan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan.
Ketentuan alinea keempat dan kelima Pasal 206 dalam hal ini berlaku.
Pasal 247
setelah mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama Pasal 237, Hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan ranjang atas permohonan kedua suami isteri, maka pisah meja dam ranjang itu memperoleh segala akibat yang dijanjikan dalam perjanjian itu.
Pasal 248
Pisah meja dan ranjang menurut hukum dengan sendiri nya batal karena perdamaian suami isteri, dan perdamaian ini menghidupkan kembali segala akibat dan perkawinan mereka, tanpa mengurangi berlangsungnya terus kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah dilakukan dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua persetujuan suami isteri yang bertentangan dengan ini adalah batal.
Pasal 249
Bila putusan yang menyatakan suami isteri pisah meja dan ranjang sudah diumumkan secara jelas, suami isteri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat perdamaian mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu telah tiada.
BAB XII
KEBAPAKAN DAN ASAL KETURUNAN ANAK-ANAK
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN 1
Anak-anak Sah
Pasal 250
Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagaibapaknya.
Pasal 251
Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut:
  1. bila sebelum perkawinan suami telah mengetahui kehamilan itu;
  2. bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya;
  3. bila anak itu dilahirkan mati.
Pasal 252
Suami tidak dapat mengingkari keabsahan anak, hanya bila dia dapat membuktikan bahwa sejak hari ketiga ratus dan keseratus delapan puluh hari sebelum lahirnya anak itu, dia telah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan isterinya, baik karena keadaan terpisah maupun karena sesuatu yang kebetulan saja.
Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai anaknya.
Pasal 253
Suami tidak dapat mengingkari keabsahan anak atas dasar perzinaan, kecuali bila kelahiran anak telah dirahasiakan terhadapnya, dalam hal itu, dia harus diperankan untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak itu.
Pasal 254
Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak isterinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadikan bukti bahwa suaminya adalah bapak anak itu.
Bila pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian antara suami isteri itu tidak menyebabkan si anak memperoleh kedudukan sebagai anak yang sah.
Pasal 255
Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah.
Bila kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.
Pasal 256
Dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal-pasal 251,252,253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak itu, atau di sekitar itu;
dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ;
dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah disembunyikan terhadapnya.
Semua akta yang dibuat di luar Pengadilan, yang berisi pengingkaran suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka Hakim.
Bila suami, setelah melakukan pengingkaran dengan akta dibuat di luar Pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka.
Pasal 257
Tuntutan hukum yang diajukan oleh suami itu gugur bila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya suami.
Pasal 258
Bila suami meninggal dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain dalam hal tersebut Pasal 252.
Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta benda suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh anak.
Pasal 259
Dalam hal-hal di mana para ahli warisnya, berkenaan dengan pasal-pasal 256,257,dan 258 mempunyai wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang atau lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu itu dilipatduakan. Dengan S.1946-67 yang berlaku 13 Juli 1946, ditentukan:
  1. Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau memungkinkan dilakukan untuk mengingkari keabsahan anak, berwenang sampai pada waktu yang akan ditentukan oleh Presiden, untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam Pasal 256 sampai 259 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari keabsahan seorang anak dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu, ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan.
  2. Perpanjangan waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan oleh Hakim karena jabatan.
Pasal 260
Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali yang secara khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk sidang itu.
Pasal 261
Asal keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam daftar-daftar Catatan Sipil.
Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu sebagai anak sah.
Pasal 262
Pemilikan kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena perkawinan antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya.
Yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah:
bahwa orang itu selalu memakai nama bapak yang dikatakannya telah menurunkannya;
bahwa bapak itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus dalam hal pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya;
bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak bapaknya;
bahwa sanak saudaranya mengakui dia sebagai anak bapaknya.
Pasal 263
Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya tiada seorang pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seorang anak sesuai dengan akta kelahirannya.
Pasal 264
Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar Catatan Sipil atau seakan-akan dilahirkan dari bapak ibu yang tidak di kenal, maka asal keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi.
Namun pembuktian dengan cara demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis, atau bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan pembuktian demikian.
Pasal 265
Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat ke luar, daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga bapak atau ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu.
Pasal 266
Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukkan, bahwa orang yang menyandarkan diri pada asal keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya, atau juga bila soal ibu telah dibuktikan bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu.
Pasal 267
Hanya Hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan.
Pasal 268
Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan sebelum keputusan akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu diucapkan.
Akan tetapi kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai dengan ketentuan Pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan.
Pasal 269
Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap anak, tidak terkena ketentuan lewat waktu.
Pasal 270
Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti itu, kecuali bila anak meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga tahun setelah menjadi dewasa.
Pasal 271
Namun para ahli waris dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hal itu telah dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutannya selama tiga tahun sejak tindakan acara yang terakhir dilakukan.
Pasal 271a
Orang yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan perdata atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus menyeluruh melakukan pendaftaran putusan itu dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini harus diterangkan pula pada margin akta kelahiran itu.
BAGIAN 2
Pengesahan Anak-anak Luar Kawin
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 272
Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinaan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari bapak dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri.
Pasal 273
Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari Pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran.
Pasal 274
Bila orang tua, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan telah lalai untuk mengakui anak di luar kawin, kelalaian mereka ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari Presiden, yang diberikan setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung.
Pasal 275
Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lalu, dapat juga disahkan anak diluar kawin yang telah diakui menurut undang-undang;
  1. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan;
  2. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia atau bila ada keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut pertimbangan Presiden.
Pasal 276
Dalam hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir, Mahkamah Agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat memerintahkan bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara.
Pasal 277
Pengesahan anak, baik dengan menyusulnya perkawinan orang-tuanya maupun dengan surat pengesahan menurut Pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan itu.
Pasal 278
Dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai dari diberikannya surat pengesahan Presiden; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu.
Pasal 279
Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu berakibat menguntungkan keturunan itu.
BAGIAN 3
Pengakuan Anak-anak Luar Kawin
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 280
Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya.
Pasal 281
Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan.
Pengakuan demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pegawai Catatan Sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan itu harus dicantumkan pada margin akta kelahirannya, bila akta itu ada.
Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada margin akta kelahirannya.
Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada margin akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui itu.
Pasal 282
Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan.
Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun.
Pasal 283
Anak yang dilahirkan karena perzinaan atau penodaan darah (incest, sumbang), tidak boleh diakui tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273 mengenai anak penodaan darah.
Pasal 284
Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya masih hidup, meskipun ibu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila ibu tidak menyetujui pengakuan itu.
Bila anak demikian itu diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain daripada terhadap bapaknya.
Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan perdata yang berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan pengakuan oleh ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin dengan bapak.
Pasal 285
Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami isteri selama perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari isteri atau suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau isteri maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu.
Walaupun demikian, pengakuan yang dilakukan oleh bapak ibunya, demikian juga semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak, dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu.
Pasal 286
Setiap pengakuan yang dilakukan oleh bapak atau ibu, begitupun setiap tuntutan yang dilancarkan oleh pihak anak, boleh ditentang oleh semua mereka yang berkepentingan dalam hal itu.
Pasal 287
Dilarang menyelidiki siapa bapak seorang anak. Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam Pasal 285 sampai dengan 288, 294, dan 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan itu bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya dilakukan kejahatan itu, maka atas gugatan pihak yang berkepentingan orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai bapak anak itu.
Pasal 288
Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan. Namun dalam hal itu, anak wajib melakukan pembuktian dengan saksi-saksi kecuali bila telah ada bukti permulaan tertulis.
Pasal 289
Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa bapak atau ibunya, dalam hal-hal dimana menurut Pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.
BAB XIII
KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 290
Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang di mana yang seorang adalah keturunan dan yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama.
Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran, setiap kelahiran disebut derajat.
Pasal 291
Urusan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan yang lain, garis menyimpang ialah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak asal yang sama.
Pasal 292
Dalam garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas. Yang pertama merupakan hubungan antara bapak asal dan keturunannya dan yang terakhir adalah hubungan antara seorang dan mereka yang menurunkannya.
Pasal 293
Dalam garis lurus derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian dengan bapaknya ada dalam derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah seterusnya; sebaliknya dalam garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek, sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah seterusnya.
Pasal 294
Dalam garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran, mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak asal yang sama dan terdekat dan selanjutnya antara yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang bersaudara ada dalam derajat kedua paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada dalam derajat keempat, dan demikian seterusnya.
Pasal 295
Kekeluargaan semenda adalah satu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami isteri dan keluarga sedarah dari pihak lain.
Antara keluarga sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak isteri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan semenda.
Pasal 296
Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah.
Pasal 297
Dengan terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu dari suami isteri dan para keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar