A. Pengertian Paradigma Sistem Ekonomi Islam
Paradigma merupakan istilah yang dipopulerkan Thomas Khun dalam karyanya The Structure of Scientific Revolutions (Chicago: The Univesity of Chicago Prerss, 1970). Paradigma di sini diartikan Khun sebagai kerangka referensi atau pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (2001) menggunakan istilah lain yang maknanya hampir sama dengan paradigma, yaitu al-qa’idah fikriyah, yang berarti pemikiran dasar yang menjadi landasan bagi pemikiran-pemikiran lainnya.
Dengan pengertian itu, paradigma sistem ekonomi Islam ada 2 (dua), yaitu: Pertama, paradigma umum, yaitu Aqidah Islamiyah yang menjadi landasan pemikiran (al-qa’idah fikriyah) bagi segala pemikiran Islam, seperti sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya. Aqidah Islamiyah di sini dipahami bukan sekedar sebagai Aqidah Ruhiyah (aqidah spiritual), yakni aqidah yang menjadi landasan aktivitas-aktivitas spiritual murni seperti ibadah, namun juga sebagai Aqidah Siyasiyah (aqidah politis), yakni aqidah yang menjadi landasan untuk mengelola segala aspek kehidupan manusia tanpa kecuali termasuk ekonomi.
Kedua, paradigma khusus (cabang), yaitu sejumlah kaidah umum dan mendasar dalam Syariah Islam yang lahir dari Aqidah Islam, yang secara khusus menjadi landasan bangunan sistem ekonomi Islam. Paradigma khusus ini terdiri dari tiga asas (pilar), yaitu: (1) kepemilikan (al-milkiyah) sesuai syariah, (2) pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fi al-milkiyah) sesuai syariah, dan (3) distribusi kekayaan kepada masyarakat (tauzi’ al-tsarwah baina al-nas), melalui mekanisme syariah.
B. Masa Nabi Muhammad SAW
Pasa masa Rasulullah saw adalah masa peletakan dasar hukum dan perundingan (tasyri). Al-Qur’an dan sabda beliau (hadis) dimaksudkan untuk proses tasyri’. Dua sumber utama amat Islam tentang aturan kehidupan, termasuk konsep pemikiran ekonomi Islam memiliki kecenderungan sebagai berikut:
1.Mewujudkan kebahagiaan manusia.
2.Tujuan kesejahtraan yang ingin diciptakan oleh pemikiran ekonomi Islam adalah yang selaras dengan maqasib syariah (tujuan-tujuan syariah).
3.Pemikiran ekonomi yang dibangun oleh Rasulullah berlandaskan syariah yang sakral, doktriner, berupa kaidah dan prinsip umum yang global, memiliki juga sisi yang profail, dimana manusia bebas berkreasi menciptakan mekanisme yang tepat guna merealisasikan maqasid tersebut. Atau lebih tepatnya bahwa ekonomi Islam menegaskan karakternya dalam rumusan kaidah fiqh yang berbunyi:
a.Pada dasarnya praktek suatu muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya atau dalil yang meniadakan kebolehannya.
b.Setiap muslim terikat dengan syarat yang disepakatinya, kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang haram.
Dua kaidah yang dijadikan landasan dalam aktifitas muamalah ekonomi digali dari kecenderungan dan sifat muamalah yang terbuka, serta praktik Rasulullah saw dalam proses (peletakan hukum-hukum ekonomi tasyri). Tasyri iqtishady dibangun oelh Rasulullah saw melalui:
1.Rekontruksi, membangun konsep dan praktyek ekonomi baru yang sebelumnya belum ada, melalui dalil dalil al-Qur’an atau praktek ekonomi yang dilakukan oleh Nabi saw terakhir ini.
2.Dikontruksi, menghapus praktek-praktek ekonomi yang berlaku di tengah masyarakat dikerenakan ketidaksesuaiannya dengan prisip dan tujuan syariah.
3.Akomodasi dan modifikasi.
Ekonomi Islam dimulai sejak Rasul hijrah ke Yatrib, setelah Rasul pidah ke Yatrib kota tersebut dirubah namanya menjadi Madinatun Nabiy (kota Nabi) disingkat Madinah, di mana maqam Rasul berada dalam masjid Madinah.
Di Madinah Rasul mengatur kehidupan Muhajirin (mukminin yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar (mukminin yang berada di Madinah). Beberapa hal yang dilakukan rasul di Madinah antara lain:
1.Rasul membagi-bagi tanah Madinah kepada sekalian sahabatnya.
Menurut Ibnu Sa’ad di dalam Thabaqat-nya dan berasal dari Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah: ”Rasulullah telah mengatur pembangunan rumah-rumah di Madinah untuk sekalian sahabatnya yang memerlukannya.
Orang Anshar dan muhajirin menyerahkan kepada Rasul untuk mengatur perumahan, masyarakat, perdagangan, pertanahan dan lain-lain.
2.Rasul membangun pasar Madinah
Nabi membagi-bagi tanah pasar Madinah kepada sekian kaum muslim tanpa dipungut biaya, jadi pasar bebas.
3.Rasul melarang menipu dan menaikan harga di pasar Madinah
4.Rasul mengatur compleks perumahan suku-suku
Rasul mengatur perumahan suku-suku dari Muhajirin di Madinah.
5.Rasul memasang pagar disekeliling Madinah untuk pertahanan.
C. Perekonomian Masa Khulafa’ Al-Rasyidin
1.Masa khalifah Abu Bakar Siddiq
Sebelum Abu Bakar menjabat khalifah, pekerjaan beliau berniaga dan saat menjadi khalifah beliau masih tetap berniaga. Tetapi urusan negara makin banyak, maka berniaga itu dihentikannya. Dan beliau menerima gaji dari Baitul-Maal.
2.Khalifah Umar bin Khatab
Meskipun Umar bin Khatab menjabat sebagai khalifah tetapi beliau tetap hidup sederhana. Bahkan tiap malam beliau berkeliling selalu keluar malam untuk memperhatikan rakyatnya dan membantu rakyatnya yang membutuhkan bantuan.
Ketika jazirah arab dilanda kekelaparan, Umar secara langsung turuntangan mengatasi bahya kelaparan tersebut. Salah satunya menulis surat kepada kepala-kepala di daerah Irak, Palestina, dan Syam untuk memberi bantuan. Pertam yang mengantarkan bantuan yaitu dari Palestina berupa 4.000 unta dan dari Syam mengirim 300.000 unta.
3.Khalifah Usman bin Affan
Ketika menjadi khalifah Usman bin Affan memerintahkan kepada penguasa-penguasa supaya bertindak sebagai pemimpin, mereka di dahulukan selangkah untuk rakyat bukan hanya untuk memungut biaya.
4.Khalifah Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Tholib adalah orang yang lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Pada masa kekhalifaan-Nya, Ali bin Abi Thalib mengintruksikan supaya wali negara takwa kepada Allah, taat lahir batin, baik waktu sendiri maupun di depan umum, lemah lembut terhadap orang yang patuh, bertindak keras dan tegas terhadap setiap orang yang durhaka, adil terhadap zimmi, melindungi orang-orang yang teraniaya, berbuat bauk memungut pajak hasil bumi dan dibagi-bagikan kepada yang berhak dan haruslah menjalankan pemedrintahan atas dasar kebenaran.
Pada masa Rasulullah SAW dan Khulafa’ rasyidin memiliki sumber-sumber pendapatan antara lain:
-Sadakah atau infaq.
-Ghaniah, yaitu khumus ghanimah atau 1/5 dari harta rampasan perang untuk kemaslahatan kaum muslimin.
-Fai’, yaitu sejenis upeti yang diperoleh dengan tanpa peperangan.
-Zakat, yang diwajibkan pada tahun 2 H.
-Jizyah, yaitu kebijakan politik yang ditetapkan dalam al-Qur’an pertama kali diterapkan pada tahun 9 H kepada penduduk Najran.
-Waqaf, atau sadakah jariah.
-Hutang (untuk perang).
-Kharaj (pajak tanah dari wilayah yang ditaklukkan oleh kaum muslim).
-Usyur, yaitu bea cukai perdagangan luar negri sebesar 10%.
-Rasum, yaitu sejenis retribusi yang dipungut sebagai konpensasi dari pelayanan yang diberikan oleh pihak negara.
D. Pemikiran Ekonomi Cendikiawan Muslim
Siddiqi dan Karim menguraikan sejarah pemikiran ekonomi Islam dalam tiga fase, yaitu: dasar-dasar ekonomi Islam, fase kemajuan dan straknasi, sebagai berikut:
1.Fase pertama
a.Zaid bin Ali
Zid bin Ali berpendapat bahwa penjualan suatu barang secara kredit dengan harga yang lebih tinggi daripada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang salah dan dapat dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi oleh prisip saling ridhaantar kedua belah pihak.
b.Abu Hanifah
Abu Hanifah tidak membebaskan kewajiban kewajiban zakat terhadap perhiasan dan sebaliknya, membebaskan pemilik harta yang dililit utang dan tidak sanggup menebuskan kewajiban membayar zakat.
c.Abu Yusuf
Dalam pandangan Abu Yusuf bahwa mengambil bagian dari hasil pertanian dari para pengarap lebih adil daripada menarik sewa dari lahan pertanian.
d.Muhammad bin Hasan Al-Syaibani
Al- Syaibani mengklasifikasikan jenis pekerjaan kedalam empat hal, yaitu: ijarah (sewa-menyewa), tijarah (perdagangan), pertanian (zaira’ah), dan industri (sina’ah). Secara umum, pandangan-pandangan Al-Syaibani yang tercermin dari berbagai karyanya cenderung berkaitan dengan perilaku ekonomi seorang muslim sebagai individu.
e.Ibnu Miskawaih
Pandangan Ibnu Miskawaih yang terkait dengan aktivitas ekonomi adalah tentang pertukaran dan peranan uang.
2.Fase ke dua
a.Al-Ghozali
Fakus utama perhatian Al-Ghozali tertuju pada prilaku individual yang dibahas secara rinci dengan merujuk pada Al-Qur’an, sunah, ijma, sahabat dan Tabi’in, serta pandangan para sufi terdahulu. Selain itu, Ghozali juga memberikan nasihat kepada para penguasa agar selalu memperhatikan kebutuhan rakyatnya serta tidak berlaku zalim terhadap mereka. Ghozali juga mengemukakan alasan pelangaran riba fadhl, yaitu karena melanggar sifat dan fungsi uang, serta mengutuk mereka yang melakukan penimbunan uang.
b.Ibnu Taimiyah
Dalam transaksi ekonomi, fokus perhatian Ibnu Taimiyah tertuju pada keadilan yang hanya dapat terwujud jika semua akad berdasarkan pada kesediaan menyepakati dari semua pihak.
c.Al-Maqrizi
Al-Maqrizi menegaskan bahwa uang emas dan perak merupakan satu-satunya mata uang yang dapat dijadikan setrandar nilai sebagaimana yang telah ditentukan syariah.
3.Fase ke tiga
Ibnu Rusyd menyatakan bahwa uang itu tidak boleh berubah karena dua alasan. Pertama, uang berfungsi sebagai alat untuk mengukur nilai, maka sama seperti Allah SWT, yang Maha Mengukur, Dia pun tidak berubah-ubah, maka uang sebaga pengukur keadaannya tidak boleh berubah. Kedua, uang berfungsi sebagai cadangan untuk konsumsi masa depan, maka perubahan panya sangatlah tidak adil.
-------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi, Ismail, 2009, Ekonomi Islam, Surabaya: CV. Putra Media Nusantara.
Lubis, Ibrahim, 1994, Ekonomi Islam Suatu Pengantar 1, Jakarta: Radar jaya Offset
Muhammad, A. A dan F.A.A Karim, 1999, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, Bandung: CV. Pustaka Sejati.
Karim, Adiwarman Azwar, 2004, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar