A. Pengertian dan Fungsi Mukjizat
Kata mukjizat diambil dari bahasa Arab a’jaza-i’jaz yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamakan murjiz.1 Yang dimaksud dengan i’jaz dalam pembicaraan ini ialah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai seorang rasul dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu Al-Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Dan mukjizat adalah sesuatau hal luar biasa yang disertai tantangan dan selamat dari perlawanan.2
Kemudian di dalam i’jaz ini tidak akan ada buktinya, dalam pengertian menyatakan adanya kelemahan dipihak lain, kecuali diiringi 3 faktor sebagai berikut:
1.Adanya tantangan, atau tuntunan perlawanan.
2.Adanya upaya dari pihak penentang untuk melakukan berbagai tantangan.
3.Tidak adanya halangan berlangsungnya suatu tantangan.3
Mukjizat juga didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada orang-orang yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal yang serupa, tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu. Dari definisi tersebut terlihal adanya unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat, yaitu:
1)Hal atau peristiwa luar biasa.
Yang dimaksud luar biasa adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab dan akibat yang diketahui secara umum hukum-hukumnya.
2)Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi.
Sesuatu itu dinamakan mukjizat apabila datang dari seorang yang mengaku nabi. Sesuatu luar biasa yang tampak pada diri seorang yang kelak menjadi nabipun tidak dinamakan mukjizat tapi irshah, atau terjadi pada seorang yang taat dan dicintai Allah maka dinamakan karamah. Karena nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, maka tak mungkin lagi terjadi suatu mukjizat sepeninggal beliau walaupun kemungkinan keluarbiasaan bias terjadi dewasa ini.
3)Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
Tantangan ini harus bersaman dengan pengakuan seorang sebagai nabi, bukan sebelum atau sesudahnya. Disisi lain, tantangan ini harus pula merupakan suatu yang sejalan dengan ucapan nabi.
4)Tantangan tersebut tak mampu atau gagal dilayani.
Bila orang-orang yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti. Jadi kandungan tantangan harus benar-benar dipahami orang-orang yang ditantang. Bahkan, untuk lebih membuktikan kegagalan mereka, biasanyan aspek kemukjizatan masing-masing nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya.4
Dengan demikian mukjizat berfungsi sebagai bukti kebenaran para nabi. Walaupun mukjizat dari segi bahasa berarti melemahkan sebagaimana dikemukakan diatas, namun dari segi agama ia sama sekali tidak dimaksudkan untuk melemahkan atau membuktikan ketidakmampuan yang ditantang. Mukjizat ditampilkan oleh Tuhan melalui hamba-hamba pilihannya untuk membuktikan kebenaran ajaran ilahi yang dibawa oleh masing-masing nabi.
B. Macam-macam Mukjizat
Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material inderawi yang tidak dikenal dan mukjizat imaterial, logis, dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan inderawi dalam arti keluar biasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indera oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.
Perahu nabi Nuh a.s. yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat, tidak terbakarnya nabi Ibrahim a.s. dalam kobaran api yang sangat besar, berubah wujudnya tongkat nabi Musa a.s. menjadi ular, penyembuhan yang dilakukan nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain, semuanya bersifat material inderawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat mereka berada, dan berakhir dengan wafatnya mereka. Ini berbeda dengan mukjizat nabi Muhammad SAW. yang sifatnya bukan inderawi atau material, tetapi dapat dipahami akal. Karena sifatnya demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat Al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang mengunakan akalnya di mana dan kapan pun.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok:
1.Para nabi sebelum nabi Muhammad SAW. ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan nabi Muhammad yang diutus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu ada di mana dan kapan pun berada. Jika demikian halnya, tentu mukjizat tersebut tidak mungkin bersifat material karena kematerialan membatasi ruang dan waktunya.
2.Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para nabi khususnya sebelum nabi Muhammad membutuhkan bukti kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Bukti tersebut harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indera mereka. Akan tetapi, setelah manusia menanjak ketahap kedewasaan berfikir, bukti yang bersifat inderawi tidak dibutuhkan lagi. Itu sebabnya nabi Muhammad SAW. ketika diminta bukti-bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, beliau diperintahkan oleh Allah untuk menjawab:
artinya “Katakanlah maha suci Tuhanku, bukan aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” (Q.S Al-Asr’: 92).5
C. Al-Qur’an Sebagai Mukjizat
Al-Qur’an merupakan firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai redaksinya kepada nabi Muhammad SAW dan diterima oleh umat Isalam secara tawatur. Al-Qur’an memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki kitab-kitab lain. Yang menjadikannya sebagai salah satu unsur bahwa ia adalah sebuah mukjizat terbesar dan abadi. Diantaranya bidang-bidang yang dicakup dalam Al-Qur’an adalah:
1.Segi personal. Maksudnya, manusia yang kepadanya Al-Qur’an ditujukan mencakup umat manusia seluruhnya tanpa membeda-bedakan lapisannya, agama atau jenis kelamin, bahasa dan sebagainya.
2.Segi waktu. Maksudnya adalah rentang masa untuk melaksanakan pesan yang dibawanya. Ia mencakup segala masa sejak nabi SAW diangkat menjadi nabi hingga hari kiamat.
3.Segi tempat. Maksudnya, wilayah atau kawasan dimana kewenangan Al-Qur’an berlaku. Al-Qur’an mencakup semua manusia mukallaf baik di darat, laut, maupun angkasa.
4.Segi materi. Maksudnya, segi-segi kehidupan manusia yang diaturnya. Al-Qur’an datang sebagai “penjelas bagi segala sesuatu”.
Al-Qur’an mendatangkan kepada manusia apa yang diimpikan semua bangsa di dunia di bidang akidah, syari’at, akhlak yang mewujudkan kebahagiaan dunia akhirat bagi individu dan masyarakat. Risalah Al-Qur’an juga telah merealisasikan kebangkitan peradaban manusia. Ia mecakup segala sesuatu, mengubah jalan kehidupan, dan akan tetap merupakan impian peradaban bagi bangsa-bangsa yang condong kepadanya dan berupaya mencapai ketinggian derajat dengannya.6
Selain itu diantara bukti-bukti i’jaz dalam Al-Qur’an dan kandungannya sebagai wahyu Allah SWT. yang berisi petunjuk adalah bahwa ia menantang semua manusia dan jin untuk mendatangkan sebuah surat yang semisal dengan Al-Qur’an. Karena itulah para ulama’ telah sepakat bahwa dalam hal Al-Qur’an melemahkan manusia untuk membuat yang sepadan tidak ditinjau dari satu segi saja, akan tetapi banyak segi, diantaranya segi lafadz, ma’nawi dan ruhiyah (kejiwaan), yang semunya itu bersatu tak terpisahkan sehingga melemahkan manusia di dalam perlawananya.7
D.Segi-segi I’jaz dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an mukjizat dalam semua seginya, dalam semua keadaannya. Bagian awal yang diturunkan darinya sama saja dengan bagian akhir, dan bagian tengah sama dengan bagian pinggirnya, yakni merupakan satu jaringan, satu simetri, sebuah tataran yang tinggi. Ia adalah mukjizat dalam harokat-harokatnya, huruf-hurufnya, kata-katanya, ayat-ayatnya, serta surat-surat dalam mushafnya. Ia adalah mukjizat dalam berita dan khabarnya, dalam perintah dan larangannya, ketetapan dan penafiannya. Ia adalah mukjizat dalam seni dan jalinan polanya, dalam surunan kalimat lahir dan kandungannya, tidak hanya dimasa tertentu saja, tetapi untuk segenap jin dan manusia hingga kebangkitan.8
Dan berikut adalah beberapa segi-segi i’jaz dalam Al-Qur’an antara lain:
1.Gaya bahasa.
Gaya bahasa Al-Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak di antara mereka masuk Islam.
Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya sehingga membuat kagum, bukan saja bagi orang mukmin, tetapi juga bagi orang-orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslim. Di samping mengagumi keindahan bahasa Al-Qur’an, mereka juga mengagumi kandungannya serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur’an adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.Susunan kalimat.
Kendatipun Al-Qur’an, hadis qudsi, dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut nabi, tetapi uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasanya Al-Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibanding dengan lainnya. Didalam uslub tersebut terkandung nilai-nilai istimewa yang tidak akan pernah ada pada ucapan manusia. Dalam Al-Qur’an, misalnya banyak ayat yang mengandung tasybih dan isti’arah, juga mengunakan majaz (metafora) dan matsal (perumpamaan)
3.Hukum illahi yang sempurna.
Al-Qur’an menjelaskan pokok-pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang ekonomi, polotik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya menjadi ibadah amaliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniayah, seperti berjuang dijalan Allah.
Tentang akidah, Al-Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni beriman kepada Allah Yang Maha Agung, menyatakan adanya nabi dan rasul, serta mempercayai semua kitab samawi.
Dalam bidang undang-undang, Al-Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana, politik, dan ekonomi. Apapun mengenai hubungan internasional, Al-Qur’an telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai ataupun perang.
Al-Qur’an mengunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum, yakni:
a.Secara global.
Persoalan ibadah umumnya diterapkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
b.Secara terperinci.
Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
4.Ketelitian redaksi.
Ketelitian redaksi Al-Qur’an tergantung pada hal berikut:
a)Keseimbangan antar jumlah bilangan kata dan antonimnya. Contohnya: al-hayah (hidup) dan al-maut (mati), masing-masing sebanyak 145 kali.
b)Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya. Contoh: al-qur’an, al-wahyu, dan al-islam, masing-masing 70 kali.
c.Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya. Contoh: al-infaq (infaq) dengan ar-ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali.
d.Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan penyebabnya. Contoh: as-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat (kebajikan), masing-masing 60 kali.
e.Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus.
a)Kata yawn (hari) dalam bentuk tuggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat dua belas kali sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
b)Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit itu tujuh macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah ayat 29, surat Al-Isra’ ayat 44, surat Al-Mu’minum ayat 86, surat Fushshilat ayat 12, surat Ath-Thalaq ayat 12, surat Al-Mulk ayat 3, surat Nuh ayat 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
c)Kata-kata yang menunjukkan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita tersebut, yakni 518.
5.Berita tentang hal-hal yang gaib.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Qur’an itu adalah berita-berita gaib.
Berita-berita gaib yang terdapat pada wahyu Allah, yaitu Taurat, Injil, dan Al-Qur’an, merupakan mukjizat. Berita gaib dalam wahyu Allah itu membuat manusia merasa takjub karena akal manusia tidak sampai pada hal-hal tersebut. Salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah bahwa didalamnya banyak terdapat ungkapan dan keterangan yang rahasianya baru terungkap oleh ilmu pengetahuan dan sejarah pada akhir abad ini dan makna yang terkandung didalamnya pun sama sekali tidak terbayangkan oleh pikiran orang yang hidup pada masa Al-Qur’an diturunkan.
6.Isyarat-isyarat ilmiah.
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’an, misalnya:
a)Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan. Sebagaimana yang dijelaskan firman Allah Q.S. Yunus ayat 5 sebagai berikut:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang yang mengetahui.”
b)Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan napas, hal itu diisyaratkan oleh firman Allah dalam Q.S. Al-An’am 125 sebagai berikut:
“Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk) agama Islam. Dan barang siapa dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
c)Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah dalam Q.S. Al-Qiyamah ayat 4 sebagai berikut:
“Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna.”
d)Aroma/bau manusia berbeda-beda, sebagaimana diisyaratkan firman Allah dalam Q.S. Yusuf ayat 94 sebagai berikut.
“Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir), ayah mereka berkata, Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).”
e)Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan minimal, sebagaimana diisyaratkan firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 233 berikut.
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu dengan cara yang makruf.”
f)Adanya nurani (superego) dan bawah sadar manusia, sebagaimana diisyaratkan firman Allah Q.S. Qiyamah ayat 14 sebagai berikut.
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun dia mengemukakan alasan-alasanya”
E. Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama
Para ulama berpendapat tentang ketidakmampuan manusia menandingi Al-Qur’an dari aspek bahasa. Pendapat pertama mengatakan bahwa ketidakmampuan manusia itu karena ketinggian dan keindahan susunan bahasa (balaghah)-nya. Tokoh dari ulama ini adalah As-Suyuthi.
Pendapat kedua mengatakan bahwa ketidakmampuan manusia menandingi Al-Qur’an karena shirfah, yakni Allah memalingkan manusia untuk tidak menentang Al-Qur’an atau menghilangkan kemampuan manusia untuk menandingi Al-Qur’an. Tokohnya adalah An-Nadzham.9
---------------------------------------
1.M. Quraish Sihab, Mukjizat Al-Qur’an, hlm. 23
2.Manna’ Khalil al- Qhattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, hlm. 371
3.Miftahul Arifin, Ushul Fiqih, hlm. 84-85
4.Rasihan Anwar, Ulumul Qur’an, hlm.190-191
5.M. Quraish Sihab, Mukjizat Al-Qur’an, hlm. 35-37
6.Dawud Al-Atthar, Ilmu Al-Qur’an, hlm. 54-55
7.Miftahul Arifin, Ushul Fiqh, hlm. 86
8.Dawud Al-Atthar, Ilmu Al-Qur’an, hlm. 57
9.Rosihon Anwar,Ulumul Qur’an,hlm. 197-208
Kata mukjizat diambil dari bahasa Arab a’jaza-i’jaz yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamakan murjiz.1 Yang dimaksud dengan i’jaz dalam pembicaraan ini ialah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai seorang rasul dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu Al-Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Dan mukjizat adalah sesuatau hal luar biasa yang disertai tantangan dan selamat dari perlawanan.2
Kemudian di dalam i’jaz ini tidak akan ada buktinya, dalam pengertian menyatakan adanya kelemahan dipihak lain, kecuali diiringi 3 faktor sebagai berikut:
1.Adanya tantangan, atau tuntunan perlawanan.
2.Adanya upaya dari pihak penentang untuk melakukan berbagai tantangan.
3.Tidak adanya halangan berlangsungnya suatu tantangan.3
Mukjizat juga didefinisikan oleh pakar agama Islam, antara lain sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada orang-orang yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal yang serupa, tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu. Dari definisi tersebut terlihal adanya unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat, yaitu:
1)Hal atau peristiwa luar biasa.
Yang dimaksud luar biasa adalah sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab dan akibat yang diketahui secara umum hukum-hukumnya.
2)Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi.
Sesuatu itu dinamakan mukjizat apabila datang dari seorang yang mengaku nabi. Sesuatu luar biasa yang tampak pada diri seorang yang kelak menjadi nabipun tidak dinamakan mukjizat tapi irshah, atau terjadi pada seorang yang taat dan dicintai Allah maka dinamakan karamah. Karena nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, maka tak mungkin lagi terjadi suatu mukjizat sepeninggal beliau walaupun kemungkinan keluarbiasaan bias terjadi dewasa ini.
3)Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
Tantangan ini harus bersaman dengan pengakuan seorang sebagai nabi, bukan sebelum atau sesudahnya. Disisi lain, tantangan ini harus pula merupakan suatu yang sejalan dengan ucapan nabi.
4)Tantangan tersebut tak mampu atau gagal dilayani.
Bila orang-orang yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti. Jadi kandungan tantangan harus benar-benar dipahami orang-orang yang ditantang. Bahkan, untuk lebih membuktikan kegagalan mereka, biasanyan aspek kemukjizatan masing-masing nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya.4
Dengan demikian mukjizat berfungsi sebagai bukti kebenaran para nabi. Walaupun mukjizat dari segi bahasa berarti melemahkan sebagaimana dikemukakan diatas, namun dari segi agama ia sama sekali tidak dimaksudkan untuk melemahkan atau membuktikan ketidakmampuan yang ditantang. Mukjizat ditampilkan oleh Tuhan melalui hamba-hamba pilihannya untuk membuktikan kebenaran ajaran ilahi yang dibawa oleh masing-masing nabi.
B. Macam-macam Mukjizat
Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material inderawi yang tidak dikenal dan mukjizat imaterial, logis, dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan inderawi dalam arti keluar biasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indera oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.
Perahu nabi Nuh a.s. yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat, tidak terbakarnya nabi Ibrahim a.s. dalam kobaran api yang sangat besar, berubah wujudnya tongkat nabi Musa a.s. menjadi ular, penyembuhan yang dilakukan nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain, semuanya bersifat material inderawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat mereka berada, dan berakhir dengan wafatnya mereka. Ini berbeda dengan mukjizat nabi Muhammad SAW. yang sifatnya bukan inderawi atau material, tetapi dapat dipahami akal. Karena sifatnya demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat Al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang mengunakan akalnya di mana dan kapan pun.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok:
1.Para nabi sebelum nabi Muhammad SAW. ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan nabi Muhammad yang diutus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu ada di mana dan kapan pun berada. Jika demikian halnya, tentu mukjizat tersebut tidak mungkin bersifat material karena kematerialan membatasi ruang dan waktunya.
2.Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para nabi khususnya sebelum nabi Muhammad membutuhkan bukti kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Bukti tersebut harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indera mereka. Akan tetapi, setelah manusia menanjak ketahap kedewasaan berfikir, bukti yang bersifat inderawi tidak dibutuhkan lagi. Itu sebabnya nabi Muhammad SAW. ketika diminta bukti-bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, beliau diperintahkan oleh Allah untuk menjawab:
artinya “Katakanlah maha suci Tuhanku, bukan aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” (Q.S Al-Asr’: 92).5
C. Al-Qur’an Sebagai Mukjizat
Al-Qur’an merupakan firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril sesuai redaksinya kepada nabi Muhammad SAW dan diterima oleh umat Isalam secara tawatur. Al-Qur’an memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki kitab-kitab lain. Yang menjadikannya sebagai salah satu unsur bahwa ia adalah sebuah mukjizat terbesar dan abadi. Diantaranya bidang-bidang yang dicakup dalam Al-Qur’an adalah:
1.Segi personal. Maksudnya, manusia yang kepadanya Al-Qur’an ditujukan mencakup umat manusia seluruhnya tanpa membeda-bedakan lapisannya, agama atau jenis kelamin, bahasa dan sebagainya.
2.Segi waktu. Maksudnya adalah rentang masa untuk melaksanakan pesan yang dibawanya. Ia mencakup segala masa sejak nabi SAW diangkat menjadi nabi hingga hari kiamat.
3.Segi tempat. Maksudnya, wilayah atau kawasan dimana kewenangan Al-Qur’an berlaku. Al-Qur’an mencakup semua manusia mukallaf baik di darat, laut, maupun angkasa.
4.Segi materi. Maksudnya, segi-segi kehidupan manusia yang diaturnya. Al-Qur’an datang sebagai “penjelas bagi segala sesuatu”.
Al-Qur’an mendatangkan kepada manusia apa yang diimpikan semua bangsa di dunia di bidang akidah, syari’at, akhlak yang mewujudkan kebahagiaan dunia akhirat bagi individu dan masyarakat. Risalah Al-Qur’an juga telah merealisasikan kebangkitan peradaban manusia. Ia mecakup segala sesuatu, mengubah jalan kehidupan, dan akan tetap merupakan impian peradaban bagi bangsa-bangsa yang condong kepadanya dan berupaya mencapai ketinggian derajat dengannya.6
Selain itu diantara bukti-bukti i’jaz dalam Al-Qur’an dan kandungannya sebagai wahyu Allah SWT. yang berisi petunjuk adalah bahwa ia menantang semua manusia dan jin untuk mendatangkan sebuah surat yang semisal dengan Al-Qur’an. Karena itulah para ulama’ telah sepakat bahwa dalam hal Al-Qur’an melemahkan manusia untuk membuat yang sepadan tidak ditinjau dari satu segi saja, akan tetapi banyak segi, diantaranya segi lafadz, ma’nawi dan ruhiyah (kejiwaan), yang semunya itu bersatu tak terpisahkan sehingga melemahkan manusia di dalam perlawananya.7
D.Segi-segi I’jaz dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an mukjizat dalam semua seginya, dalam semua keadaannya. Bagian awal yang diturunkan darinya sama saja dengan bagian akhir, dan bagian tengah sama dengan bagian pinggirnya, yakni merupakan satu jaringan, satu simetri, sebuah tataran yang tinggi. Ia adalah mukjizat dalam harokat-harokatnya, huruf-hurufnya, kata-katanya, ayat-ayatnya, serta surat-surat dalam mushafnya. Ia adalah mukjizat dalam berita dan khabarnya, dalam perintah dan larangannya, ketetapan dan penafiannya. Ia adalah mukjizat dalam seni dan jalinan polanya, dalam surunan kalimat lahir dan kandungannya, tidak hanya dimasa tertentu saja, tetapi untuk segenap jin dan manusia hingga kebangkitan.8
Dan berikut adalah beberapa segi-segi i’jaz dalam Al-Qur’an antara lain:
1.Gaya bahasa.
Gaya bahasa Al-Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak di antara mereka masuk Islam.
Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya sehingga membuat kagum, bukan saja bagi orang mukmin, tetapi juga bagi orang-orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik seringkali secara sembunyi-sembunyi mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslim. Di samping mengagumi keindahan bahasa Al-Qur’an, mereka juga mengagumi kandungannya serta meyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur’an adalah petunjuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.Susunan kalimat.
Kendatipun Al-Qur’an, hadis qudsi, dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut nabi, tetapi uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasanya Al-Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibanding dengan lainnya. Didalam uslub tersebut terkandung nilai-nilai istimewa yang tidak akan pernah ada pada ucapan manusia. Dalam Al-Qur’an, misalnya banyak ayat yang mengandung tasybih dan isti’arah, juga mengunakan majaz (metafora) dan matsal (perumpamaan)
3.Hukum illahi yang sempurna.
Al-Qur’an menjelaskan pokok-pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang ekonomi, polotik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya menjadi ibadah amaliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniayah, seperti berjuang dijalan Allah.
Tentang akidah, Al-Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni beriman kepada Allah Yang Maha Agung, menyatakan adanya nabi dan rasul, serta mempercayai semua kitab samawi.
Dalam bidang undang-undang, Al-Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana, politik, dan ekonomi. Apapun mengenai hubungan internasional, Al-Qur’an telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai ataupun perang.
Al-Qur’an mengunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum, yakni:
a.Secara global.
Persoalan ibadah umumnya diterapkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
b.Secara terperinci.
Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
4.Ketelitian redaksi.
Ketelitian redaksi Al-Qur’an tergantung pada hal berikut:
a)Keseimbangan antar jumlah bilangan kata dan antonimnya. Contohnya: al-hayah (hidup) dan al-maut (mati), masing-masing sebanyak 145 kali.
b)Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya. Contoh: al-qur’an, al-wahyu, dan al-islam, masing-masing 70 kali.
c.Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya. Contoh: al-infaq (infaq) dengan ar-ridha (kerelaan), masing-masing 73 kali.
d.Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan penyebabnya. Contoh: as-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat (kebajikan), masing-masing 60 kali.
e.Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus.
a)Kata yawn (hari) dalam bentuk tuggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat dua belas kali sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
b)Al-Qur’an menjelaskan bahwa langit itu tujuh macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah ayat 29, surat Al-Isra’ ayat 44, surat Al-Mu’minum ayat 86, surat Fushshilat ayat 12, surat Ath-Thalaq ayat 12, surat Al-Mulk ayat 3, surat Nuh ayat 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
c)Kata-kata yang menunjukkan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita tersebut, yakni 518.
5.Berita tentang hal-hal yang gaib.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Qur’an itu adalah berita-berita gaib.
Berita-berita gaib yang terdapat pada wahyu Allah, yaitu Taurat, Injil, dan Al-Qur’an, merupakan mukjizat. Berita gaib dalam wahyu Allah itu membuat manusia merasa takjub karena akal manusia tidak sampai pada hal-hal tersebut. Salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah bahwa didalamnya banyak terdapat ungkapan dan keterangan yang rahasianya baru terungkap oleh ilmu pengetahuan dan sejarah pada akhir abad ini dan makna yang terkandung didalamnya pun sama sekali tidak terbayangkan oleh pikiran orang yang hidup pada masa Al-Qur’an diturunkan.
6.Isyarat-isyarat ilmiah.
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’an, misalnya:
a)Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan. Sebagaimana yang dijelaskan firman Allah Q.S. Yunus ayat 5 sebagai berikut:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang yang mengetahui.”
b)Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan napas, hal itu diisyaratkan oleh firman Allah dalam Q.S. Al-An’am 125 sebagai berikut:
“Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk) agama Islam. Dan barang siapa dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
c)Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah dalam Q.S. Al-Qiyamah ayat 4 sebagai berikut:
“Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun kembali jari jemarinya dengan sempurna.”
d)Aroma/bau manusia berbeda-beda, sebagaimana diisyaratkan firman Allah dalam Q.S. Yusuf ayat 94 sebagai berikut.
“Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir), ayah mereka berkata, Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).”
e)Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan minimal, sebagaimana diisyaratkan firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 233 berikut.
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu dengan cara yang makruf.”
f)Adanya nurani (superego) dan bawah sadar manusia, sebagaimana diisyaratkan firman Allah Q.S. Qiyamah ayat 14 sebagai berikut.
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun dia mengemukakan alasan-alasanya”
E. Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama
Para ulama berpendapat tentang ketidakmampuan manusia menandingi Al-Qur’an dari aspek bahasa. Pendapat pertama mengatakan bahwa ketidakmampuan manusia itu karena ketinggian dan keindahan susunan bahasa (balaghah)-nya. Tokoh dari ulama ini adalah As-Suyuthi.
Pendapat kedua mengatakan bahwa ketidakmampuan manusia menandingi Al-Qur’an karena shirfah, yakni Allah memalingkan manusia untuk tidak menentang Al-Qur’an atau menghilangkan kemampuan manusia untuk menandingi Al-Qur’an. Tokohnya adalah An-Nadzham.9
---------------------------------------
1.M. Quraish Sihab, Mukjizat Al-Qur’an, hlm. 23
2.Manna’ Khalil al- Qhattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, hlm. 371
3.Miftahul Arifin, Ushul Fiqih, hlm. 84-85
4.Rasihan Anwar, Ulumul Qur’an, hlm.190-191
5.M. Quraish Sihab, Mukjizat Al-Qur’an, hlm. 35-37
6.Dawud Al-Atthar, Ilmu Al-Qur’an, hlm. 54-55
7.Miftahul Arifin, Ushul Fiqh, hlm. 86
8.Dawud Al-Atthar, Ilmu Al-Qur’an, hlm. 57
9.Rosihon Anwar,Ulumul Qur’an,hlm. 197-208
Tidak ada komentar:
Posting Komentar