Selasa, 14 Desember 2010

Perbandingan Antara Aliran Tentang Pelaku Dosa Besar

Beberapa pendapat tentang status pelaku dosa besar beserta balasannya antara lain:
A.Menurut khawarij tentang pelaku dosa besar
Ciri yang menonjol dari aliran khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam.1 Kaun khawarij umunya terdiri dari orang-orang arab badawi.sebagai orang badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran islam sebagai terdapat dalam alquran dan hadits, mereka artikan menurut lafaznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karna itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang yang sederhana dalam pemikiran lagi sempit dan fanatik.2
Kaum khawarij memasuki persoalan kufr: siapakah yang kafir dan keluar dari islam.dan siapakah yang disebut mukmin dan dengan demikian tidak keluar dari, tetapi tetap dalam, islam. Pendapat tentang siapa yang sebenarnya masih Islam dan siapa yang telah keluar dari islam dan menjadi kafir serta soal-soal yang bersangkut-paut dengan hal ini tidak selamanya sama, sehingga timbullah berbagai golongan dalam kalangan khawarij.
1.Al-muhakkimah
golongan ini adalah golongan asli pengikut-pengikut asli yang memisahkan diri dan yang menganggap bahwa semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Orang yang melakukan hal yang keji seperti membunuh, memperkosa dsb, menurut faham mereka orang yang melakukan itu dianggap keluar dari Islam dan menjadi kafir.
2.Al-azaqirah
sub sekte tentang pelaku dosa golonagan ini menggunakan istilah yang lebih mengerikan dari pada kafir yaitu polytheist atau musyrik. Dan di dalam Islam syirik atau polytheist merupakan dosa yang terbesar, lebih dari kufr.3
3.Al-Najdat
Mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sefaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya, jika mengerjakan dosa besar tetap mendapatkan siksaan di neraka, tetapi pada akhirnya akan masuk surga juga.4 Dosa kecil baginya akan menjadi dosa besar, kalau dikerjakan terus-menerus dan yang mengerjakannya sendiri menjadi musyrik.5
4.Al-Sufriah
Subsekte Al-Sufriah membagi dosa besar dalam dua bagian, yaitu dosa yang ada sanksinya di dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang tidak ada sanksinya di dunia, seperti meninggalkan shalat dan puasa. Orang yang berbuat dosa kategori pertama tidak dipandang kafir, sedangkan orang yang melaksanakan dosa kategori kedua dipandang kafir.6
5.Al-Ibadah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh golongan Khawarij. Menurut mereka orang islam yang tidak se faham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukanlah musyrik, tetai kafir. Sedangkan orang islam yang berbuat dosa besar adalah muwahhid, yang meng-Esa-kan Tuhan, tetapi bukian mukmin dan kalaupun kafir hanya merupakan kafir al-ni mah dan bukan kafir al-millah, yaitu kafir agama. Dengan kata lain, mengerjakan dosa besar tidak membuat orang ke luar dari Islam.7
B.Menurut Murji’ah tentang pelaku dosa besar
pandangan aliran murji’ah tentang status pelaku dosa besar dapat ditelusuri dari defimisi iman yang dirumuskan oleh mereka. Tiap-tiap sekte murji’ah berbeda pendapat dalam merumuskan definisi iman itu sehingga pandangan tiap-tiap subsekte tentang status pelaku dosa besar pun berbeda-beda pula.8
Persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau tidak mau menjadi bahan perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum khawarij menjatuhkan hukum kafir bagi orang berbuat dosa besar, kaum murji’ah menjatuhkan hukum mukmin bagi orang yang serupa itu. Adapun soal dosa besar yang mereka buat, itu ditunda (arja’a) penyelesaiannya kehari perhitungan kelak. Argumentasi yang mereka majukan dalam hal ini ialah bahwa orang Islam yang berdosa besar itu tetap mengucapkan kedua syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang berdosa besar menurut pendapat golongan ini, tetap mukmin dan bukan kafir.
Arja’a selanjutnya, juga mengandung arti memberi pengharapan. Orang yang berpendapat bahwa orang islam yang melakukan dosa besar bukanlah kafir tetapi tetap mukmin dan tidak akan kekal dalam neraka, memang memberi pengharapan bagi yang berbuat dosa besar untuk mendapat rahmat Allah.
Pada umumnya kaum murji’ah dapat dibagi dalam dua golongan besar, golongan moderat dan golongan ekstrim
Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali. Dalam golongan Murji’ah moderat ini termasuk al-Hasan Ibn ’Ali Ibn Abi Talib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli Hadis. Jadi bagi golongan ini orang Islam yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin.9
Di antara golongan ekstrim yang dimaksud ialah al-Jahmiah, pengikut-pengikut Jahm Ibn Safwan. Menurut golongan ini orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir , karena iman dan kufr tempatnya hanyalah dalam hati, bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia. Bahkan orang demikian juga tidak menjadi kafir, sungguhpun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran–ajaran agama Yahudi atau agama Kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya kepada trinity, dan kemudian mati. Orang yang demikian bagi Allah tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya. Golongan ini berpendapat bahwa, jika seseorang mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakannya tidak akan merugikan bagi yang bersangkutan. Karena itu perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusakkan iman seseorang, dan sebaliknya pula perbuatan baik tidak akan merubah kedudukan seseorang musyrik atau politheist.11
C.Menurut Mu’tazilah tentang pelaku dosa besar

Kemunculan aliran Mu’tazilah dalam pemikiran teologi Islam diawali oleh masalah yang hampir sama dengan Khawarij dan Murji’ah, yaitu mengenai status dosa besar; apakah masih beriman atau telah menjadi kafir. Perbedaanya, bila Khawarij mengafirkan pelaku dosa besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar, Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al-manzilah bain almanzilataini. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu’tazilah, berada di posisi tengah di antara posisi mukmin dan kafir.12
Posisi menengah bagi berbuat dosa besar, juga erat hubungannya dengan keadilan tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad; tetapi bukanlah mukmin, karena imannya tidak lagi sempurna. Karena bukan mukmin, ia tidak dapat masuk surga, dan karena bukan kafir pula, ia sebenarnya tidak mesti masuk neraka. Ia seharusnya ditempatkan di luar surga dan di luar neraka. Tetapi karena di akhirat tidak ada tempat selain dari surga dan neraka, maka pembuat dosa harus dimasukan ke dalam salah satu tempat ini. Penentuan tempat itu banyak hubungannya dengan faham Mu’tazilah tentang iman. Iman bagi mereka, digambarkan, bukan hanya oleh pengakuan dan ucapan lisan, tetapi juga oleh perbuatan-perbuatan. Dengan demikian pembuat dosa besar tidak beriman dan oleh karena itu tidak dapat masuk surga. Tempat satu-satunya ialah neraka. Tetapi tidak adil kalau ia dalam neraka mendapat siksaan yang sama berat d4engan orang kafir. Oleh karena itu pembuat dosa besar, betul masuk neraka, tetapi mendapat siksaan yang lebih ringan.13
Dosa besar menurut pandangan Mu’tazilah adalah segala perbuatan yng ancamannya disebutkan secara tegas dalam nas, sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya, yaitu segala ketidakpatuhan yang ancamannya tidak tegas dalam nas. Tampaknya Mu’tazilah menjadikan ancaman sebagai kreteria dasar bagi dosa besar maupun kecil.14
D.Menurut Asyariyah tentang pelaku dosa besar
Terhadap pelaku dosa besar, agaknya Al-Asy’ari, sebagai wakil Ahl As-Sunnah, tidak mengafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (ahl-Qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi, jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal itu dibolehkan (halal) dan tidak menyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.
Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, maka menurut Al-Asy’ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu mendapaat syafaat Nabi SAW. Sehingga terbebas dari siksaan neraka atau kebalikannya, yaitu tuhan memberikan siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir.15
E.Menurut Maturidiyah tentang pelaku dosa besar
Mengenai soal dosa besar al-Maturidi sefaham dengan al-Asy’ari yaitu: bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat. Ia pun menolak faham posisi menengah kaum Mu’tazilah.16
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelim bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balsan bagi orang yang berbuat dosa syirik. Karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad.17 Aliran Maturidyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand dan golongan Bukhara. Aliran maturidyah adalah teologi yang banyak dianut oleh umat Islam yang memakai mazhab Hanafi.18
F.Menurut Syiah Zaidiyah tentang pelaku dosa besar
Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika dia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah Zaidiyah memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan aneh mengingat Wasil bin Atha, salah seorang pemimpin Mu’tazilah, mempunyai hubungan dekat dengan Zaid. Moojan Momen bahkan mengatakan bahwa Zaid pernah belajar kepada Wasil bin Atha. Selain itu, secara etis mereka boleh dikatakan anti-Murjiah.20
---------------------
1.Abdsul Rozak. Rosihin anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pusaka Setia. 2007. cet. 3, hal.133.
2.Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-PRESS. 1978. cet. 2. hal. 13.
3.Ibid.13-14.
4.Ibid. 61.
5.Abdul Rozak. Rosihin anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pusaka Setia. 2007. cet. 3,.hal. 134.
6.Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-PRESS. 1978. cet. 2. hal. 19.
7.Ibid, hal. 20
8.Abdul Rozak. Rosihin anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pusaka Setia. 2007. cet. 3,.hal. 135.
9.Ibid, hal. 24-25.
10.Ahmad Amin, Duha al-Islam, Kairo: Maktabah Al-Nahdah, 1964 cet. 3, hal. 322.
11.Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-PRESS. 1978. cet. 2. hal. 27.
12.Abdul Rozak. Rosihin anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pusaka Setia. 2007. cet. 3,..hal. 137.
13.Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-PRESS. 1978. cet. 2., hal. 55.
14.Abdul Rozak. Rosihin anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pusaka Setia. 2007. cet. 3,.hal. 137.
15.Ibid,138
16.Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-PRESS. 1978. cet. 2, hal. 77.
17.Abdul Rozak. Rosihin anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pusaka Setia. 2007. cet. 3,.hal. 138.
18.Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-PRESS. 1978. cet. 2, hal. 78.
19.Moojan Momen, an introduction to Shi’I Islam, London: Yale University Press, 1985, hal, 49.
20.Abdul Rozak. Rosihin anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pusaka Setia. 2007. cet. 3,.hal. 104.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar